Juni 2025 NTP Kalteng Turun 1,68 Persen, Petani Hadapi Tekanan Harga

Palangka Raya, kantamedia.com – Nilai Tukar Petani (NTP) gabungan Provinsi Kalimantan Tengah pada Juni 2025 tercatat mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), NTP Kalimantan Tengah berada di angka 132,04, atau turun 1,68 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 134,29.

Kepala BPS Provinsi Kalimantan Tengah, Agnes Widiastuti, menyampaikan bahwa penurunan ini dipicu oleh merosotnya nilai tukar pada empat dari lima subsektor utama pertanian, yaitu tanaman pangan, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan.

“Tanaman Pangan turun 0,28 persen, Tanaman Perkebunan Rakyat turun cukup tajam sebesar 2,45 persen, Peternakan turun 0,83 persen, dan Perikanan sebesar 0,51 persen,” ujar Agnes dalam paparan resmi di Kantor BPS Kalteng, Selasa (1/7/2025).

Penurunan NTP mengindikasikan bahwa pendapatan yang diterima petani dari hasil produksi tidak cukup untuk menutupi kenaikan harga kebutuhan konsumsi rumah tangga maupun biaya produksi. Dengan kata lain, daya beli petani mengalami pelemahan, terutama pada subsektor yang sensitif terhadap fluktuasi harga komoditas dan biaya distribusi.

Sementara itu, Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) mengalami kenaikan 0,28 persen, yang berarti pengeluaran rumah tangga petani untuk konsumsi meningkat. Peningkatan IKRT ditopang oleh kelompok pengeluaran seperti Makanan, Minuman, dan Tembakau (0,39 persen), serta kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya (0,20 persen).

“Kenaikan IKRT menunjukkan tekanan dari sisi pengeluaran, sementara nilai tukar dari hasil produksi menurun. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi rumah tangga petani,” lanjut Agnes.

Secara lebih spesifik, Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) yang mencerminkan keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran usaha tani juga mengalami penurunan sebesar 1,77 persen, dari 138,71 pada Mei menjadi 136,26 pada Juni 2025.

Agnes menjelaskan bahwa NTP dan NTUP menjadi indikator penting dalam memantau kesejahteraan petani. NTP mencerminkan rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar, termasuk konsumsi dan biaya produksi. Sedangkan NTUP lebih menyoroti kemampuan usaha tani itu sendiri dalam menghasilkan surplus ekonomi setelah dikurangi beban produksi.

“Ketika NTP dan NTUP sama-sama menurun, ini sinyal bagi pemerintah daerah untuk memperkuat intervensi, terutama dalam hal stabilisasi harga komoditas pertanian dan subsidi input produksi,” tegasnya.

BPS menekankan perlunya penguatan rantai pasok, perlindungan harga di tingkat petani, serta dukungan terhadap efisiensi biaya produksi sebagai langkah strategis dalam menjaga daya saing sektor pertanian di Kalimantan Tengah. Stabilitas ekonomi pedesaan dan ketahanan pangan sangat bergantung pada keberlangsungan kesejahteraan petani. (daw)

Bagikan berita ini