Palangka Raya, kantamedia.com — Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Provinsi Kalimantan Tengah, Syahfiri, menyoroti perubahan struktur fiskal nasional yang berdampak langsung terhadap arsitektur pendapatan dan strategi pembangunan daerah. Ia menegaskan bahwa perubahan skema bagi hasil sumber daya alam kini cenderung menguntungkan kabupaten/kota dibanding provinsi.
“Perubahan ini tentu berdampak pada strategi pembangunan di tingkat provinsi. Kita perlu menyesuaikan pola pengelolaan dan pengawasan fiskal secara menyeluruh,” ujar Syahfiri, Selasa (29/7/2025), Ia menekankan bahwa adaptasi terhadap perubahan ini harus dilakukan secara sistemik, bukan sekadar respons administratif.
Syahfiri juga menekankan pentingnya membedakan antara persoalan sistemik dan persoalan individual dalam pengelolaan keuangan daerah. Menurutnya, efektivitas pengawasan internal dan eksternal sangat menentukan agar tidak terjadi temuan berulang dalam audit keuangan, baik oleh Inspektorat maupun BPK.
Salah satu kelemahan utama yang masih dihadapi Kalteng, menurut Syahfiri, adalah lemahnya pengawasan terhadap produksi dan penjualan sumber daya alam (SDA). Ia menyoroti bahwa pelaporan dan kontrol terhadap realisasi produksi, terutama pada sektor pertambangan dan energi, masih belum maksimal. “Akibatnya, potensi pendapatan dari royalti dan bagi hasil belum tergarap optimal,” tegasnya.
Ia mengungkap bahwa pada masa lalu provinsi sempat menikmati 70 persen porsi bagi hasil dari sektor migas, namun kini porsi itu lebih besar dinikmati kabupaten. Kondisi ini menuntut penyesuaian strategi lintas wilayah, terutama di kawasan yang menjadi jalur distribusi logistik dan energi seperti Bartim, DAS Barito, Kapuas, dan Lamandau.
Menjawab tantangan tersebut, Syahfiri mengusulkan pembentukan pos pengawasan terpadu di titik-titik strategis perbatasan. Tujuannya, memperkuat kontrol atas lalu lintas barang, kendaraan, dan distribusi BBM. “Ini adalah langkah konkret untuk menjaga potensi fiskal yang kerap bocor tanpa kita sadari,” ujarnya.
Ia juga menyarankan agar Kalteng belajar dari pengalaman Kalimantan Timur yang kehilangan potensi fiskal karena lamban dalam merespons peluang pendapatan. “Kita tidak bisa terus bergantung pada dana transfer pusat. Diperlukan kerangka kolaboratif pembiayaan antara provinsi dan kabupaten/kota,” tegasnya.
Sebagai contoh, Syahfiri menyebut kegiatan razia kendaraan bermotor selama ini tidak rutin karena tergantung pada pendanaan dari pusat. Menurutnya, bila penerimaan pajak daerah dioptimalkan, maka kegiatan seperti ini dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan pendanaan dari APBD, melalui kolaborasi lintas instansi.
Syahfiri mengingatkan bahwa penguatan pendapatan daerah memerlukan integritas dan tanggung jawab semua pemangku kepentingan. Ia menekankan, fokus pembangunan tidak cukup hanya pada belanja, tetapi juga pengelolaan pendapatan dari hulu ke hilir yang berkelanjutan.
“Jika hari ini kita gagal merespons tantangan fiskal dengan tepat, maka kita berisiko kehilangan momentum pembangunan di masa depan,” tandasnya. Ia mengajak seluruh pemerintah daerah di Kalimantan Tengah untuk menyinergikan visi pembangunan dengan aksi konkret dalam memperkuat fondasi otonomi fiskal daerah. (daw)


