Palangka Raya, kantamedia.com – Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran secara terbuka menyampaikan kebijakan tegasnya soal akses informasi publik dari jajaran pemerintah provinsi. Dalam temu media yang digelar Kamis sore (31/7/2025), Agustiar menyatakan bahwa seluruh jalur komunikasi resmi dari organisasi perangkat daerah (OPD) kini harus melalui satu pintu, yakni melalui Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Plt. Kadis Kominfo).
“Saya enggak beri kesempatan kepada mereka (OPD), saya ingin semua satu pintu, hanya lewat Plt. Kadis Kominfo. Dan datanya hanya lewat saya,” kata Agustiar di hadapan para jurnalis.
Ia mengungkapkan alasan utama pembatasan ini adalah untuk menjaga keakuratan informasi dan menghindari penyampaian yang tidak utuh oleh pejabat teknis. Menurutnya, tidak semua OPD memiliki kapasitas atau kehadiran yang konsisten dalam mengikuti agenda-agenda gubernur, sehingga kerap kali informasi yang mereka sampaikan tidak sejalan dengan arah kebijakan.
“Mohon maaf ya, ada yang 5–8 kali sudah sakit. Pak Gubernur belum sakit. Jadi nggak bisa mengikuti, dan ketika wartawan tanya ke OPD, nanti jawabannya bisa nggak nyambung,” imbuhnya, dengan nada setengah menyindir.
Agustiar juga menegaskan bahwa isu-isu strategis seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, olahraga, keagamaan, sosial dan lingkungan hidup harus disampaikan secara terkonsolidasi, agar tidak menimbulkan interpretasi ganda atau “bola liar” di ruang publik.
“Tapi kalau mau tanya, silakan langsung ke saya. Bukan karena mereka tidak mau menjawab, tapi karena saya yang membatasi.” ucapnya blak-blakan.
Meski begitu, Gubernur mengakui bahwa kebijakan tersebut patut dievaluasi di tengah tuntutan transparansi dan keterbukaan informasi publik. Ia mengakui adanya dilema antara kecepatan dan kehati-hatian dalam komunikasi pemerintahan.
“Ini koreksi juga untuk kami. Apa cara yang demikian masih bagus di situasi keterbukaan begini. Kalau kami suruh terbuka, nanti dia (OPD) terlalu cepat daripada Gubernur ngomongnya. Kami mau satu pintu, ya,” pungkasnya.
Kebijakan ini pun menjadi catatan penting dalam praktik komunikasi birokrasi di Kalimantan Tengah—antara efisiensi kendali narasi atau keterbukaan informasi yang menjadi hak publik. (daw)


