Kepala Dinas P3APPKB Kalteng: Penilaian Prevalensi Stunting Kerap Tidak Mencerminkan Realitas

Palangka Raya, kantamedia.com – Provinsi Kalimantan Tengah terus menguatkan strategi percepatan penurunan stunting menjelang penilaian kinerja kabupaten/kota yang dijadwalkan pada 22 Mei 2025. Dalam Bimbingan Teknis Evaluasi Aksi Konvergensi yang digelar di Palangka Raya, Jumat (9/5/2025), dua hal menjadi sorotan utama: akurasi sistem penilaian dan lemahnya partisipasi lintas sektor.

Sekretaris Bapperida Provinsi Kalteng, Maulana Akbar, menegaskan bahwa penilaian kinerja bukanlah seremonial administratif, melainkan “instrumen akuntabilitas” dan pemicu evaluasi menyeluruh dalam tata kelola intervensi stunting.

“Empat pilar penilaian harus ditegakkan: pengukuran kinerja nyata atas delapan aksi, akuntabilitas anggaran, evaluasi sistematis, serta apresiasi inovasi dan capaian konkret. Semua berbasis data yang terverifikasi dengan indikator berdampak jangka menengah,” ujarnya.

Namun, kompleksitas lapangan mulai mengaburkan linearitas antara intervensi dan hasil. Kepala Dinas P3APPKB Kalteng, Linae Victoria Aden, mengungkapkan bahwa penilaian kerap tidak mencerminkan realitas.

“Ada kabupaten dengan skor tinggi tapi prevalensi stunting naik, sementara daerah yang skornya rendah justru berhasil menurunkannya. Ini bukti bahwa asumsi kausal antar intervensi dan outcome masih lemah,” tegasnya.

Ia menyebut metodologi penilaian masih terlalu deskriptif. Rasio pembobotan saat ini—70% dokumen dan 30% paparan—dinilai bias naratif. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan reformulasi bobot penilaian berbasis indikator kuantitatif dan matriks kualitas yang lebih presisi.

Selain itu, akan dikembangkan sistem otomatisasi penilaian yang menilai kelengkapan dan waktu unggah dokumen sebagai langkah menuju objektivitas. Dashboard terintegrasi juga disiapkan untuk memantau cakupan layanan real-time, menggantikan ketergantungan pada prevalensi semata.

Linae juga menyoroti keterbatasan partisipasi OPD non-teknis, yang membuat intervensi masih terpusat pada Dinas Kesehatan, Bapperida, dan P3APPKB.

“Sektor pendidikan, sosial, hingga swasta lewat CSR belum termobilisasi maksimal. Ini menunjukkan konvergensi belum utuh. Kita perlu perluasan peran agar stunting tidak dipandang hanya sebagai isu gizi, tetapi pembangunan manusia lintas sektor,” tambahnya.

Langkah ke depan, menurut Linae, adalah peningkatan kapasitas tim penilai melalui pelatihan lanjutan agar mampu memahami substansi intervensi dan mengevaluasi hubungan antara aksi dan outcome secara lebih kritis.

Evaluasi ini menjadi refleksi bahwa tantangan bukan hanya di lapangan, tetapi juga pada kerangka dan alat ukur yang digunakan. Kalimantan Tengah mendorong agar penilaian tidak lagi hanya menjadi “ajang dokumentasi”, tetapi instrumen refleksi, koreksi, dan perbaikan nyata dalam pembangunan sumber daya manusia. (daw)

Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi