Diperiksa KPK Bersama Bupati Gumas, Ini Penjelasan Kepala Bapperida Kalteng

Palangka Raya, Kantamedia.com – Kepala Bapperida Kalimantan Tengah, Leonard S. Ampung, memberikan klarifikasi usai menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan perizinan perkebunan sawit PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) di Kabupaten Kapuas. Pemeriksaan berlangsung di Polda Kalteng, Selasa (25/11/2025).

Leonard menegaskan kehadirannya merupakan bentuk kepatuhan sebagai warga negara setelah menerima surat panggilan sebagai saksi. Ia menjelaskan bahwa materi pemeriksaan hanya berkaitan dengan tugas pokok Bapperida dalam aspek tata ruang, bukan penerbitan izin.

“Izin tersebut dikeluarkan tahun 2013, sementara saya baru bertugas di Bappeda sejak 2023,” ujarnya.

Leonard menekankan bahwa proses perizinan PT SMJL sepenuhnya berada di bawah kewenangan Pemerintah Kabupaten Kapuas. Pihak Pemprov, menurutnya, hanya memberikan keterangan teknis terkait kesesuaian RTRW dan fungsi kawasan.

“KPK sudah punya data lengkap, siapa melakukan apa, di mana, kapan. Kami hanya mempertegas hal-hal prosedural,” jelasnya.

Ia menyebut pemeriksaan berlangsung singkat dan bersifat klarifikasi. Leonard memastikan dirinya tidak terlibat dalam kasus tersebut. “Posisi kami hanya memberi keterangan. Jadi seperti saksi ahli saja, saya santai,” ujarnya. Leonard juga menyatakan siap hadir kembali apabila KPK memerlukan penjelasan tambahan.

Selain Leonard, KPK pada hari yang sama turut memeriksa Kepala Dinas Kehutanan Kalteng Agustan Saining, Bupati Gunung Mas Jaya S. Monong (dalam kapasitas sebagai mantan Direktur PT SMJL), serta Kabid PTSP Kapuas Harry Soetrisno. Seluruh pemeriksaan dilakukan di Polda Kalteng.

Pemeriksaan di Kalimantan Tengah ini merupakan bagian dari penyidikan dugaan korupsi fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang telah menyeret sejumlah tersangka sejak Maret 2025. Keterlibatan pejabat di Kalteng disebut berkaitan dengan klaster debitur perusahaan-perusahaan yang diduga terhubung dengan penyalahgunaan fasilitas kredit tersebut.

Sebelumnya, dalam perkara kasus ini, pembiayaan fiktif LPEI diduga diberikan kepada dua perusahaan, yaitu PT SMJL dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS) yang dimiliki tersangka Hendarto (HD). Dana yang semestinya digunakan untuk pengembangan usaha justru dialihkan untuk kepentingan pribadi.

“Saudara HD tidak menggunakan pembiayaan tersebut sepenuhnya untuk kebutuhan dua perusahaan miliknya, melainkan untuk kepentingan pribadi seperti pembelian aset, kendaraan, kebutuhan keluarga, hingga bermain judi. Informasi yang kami terima, hampir mencapai Rp150 miliar digunakan untuk judi,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/8/2025).

Asep menegaskan bahwa penggunaan dana tersebut sangat tidak proporsional. “Sementara peruntukan kebutuhan operasional PT SMJL hanya sebesar Rp17 miliar, atau sekitar 3,01 persen dari total pinjaman. Adapun kebutuhan operasional PT MAS sebesar USD 8,2 juta, setara sekitar Rp110 miliar berdasarkan kurs dolar tahun 2015, atau sekitar 16,4 persen dari total pinjaman,” ujarnya.

KPK menduga ada persekongkolan antara Hendarto dan pejabat LPEI untuk memuluskan pencairan kredit. PT SMJL bahkan menggunakan agunan berupa kebun sawit yang berada di kawasan hutan lindung tanpa izin sah.

Dua perusahaan tersebut menerima fasilitas Kredit Investasi Ekspor (KIE) dan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE). Akibat perbuatan itu, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp1,7 triliun.

KPK juga telah menetapkan lima tersangka lain, yaitu Newin Nugroho (NN), Direktur Utama PT Petro Energy; Jimmy Masrin (JM), Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy; serta Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD), Direktur Keuangan PT Petro Energy, yang telah ditahan sejak Maret 2025. (Daw)

Bagikan berita ini