Pemprov Kalteng Dorong Pembentukan Lembaga Penyelesaian Sengketa Lahan Berbasis Adat

Palangka Raya, kantamedia.com – Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, Leonard S. Ampung, menekankan pentingnya pembentukan lembaga penyelesaian sengketa lahan di daerah sebagai langkah strategis menyelesaikan konflik agraria secara damai dan berkeadilan. Hal ini disampaikannya saat membuka Forum Diskusi Terbatas tentang konflik lahan dan sumber daya alam di Palangka Raya.

Dalam sambutannya, Leonard menyampaikan bahwa konflik penguasaan dan pemanfaatan lahan masih menjadi tantangan serius di Kalimantan Tengah. Berdasarkan data Komnas HAM, sepanjang periode 2020 hingga 2024 terdapat 84 aduan kasus konflik agraria di Provinsi Kalteng—salah satu angka tertinggi secara nasional.

“Tanah adalah sumber daya yang sangat bernilai, namun juga menjadi pemicu utama konflik. Jika tidak diselesaikan, berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan keamanan daerah,” ungkap Leonard.

Ia menegaskan, lembaga penyelesaian sengketa yang dirancang ke depan harus menjadi alternatif non-litigasi dengan proses yang lebih mudah, murah, dan inklusif bagi masyarakat. Lembaga ini diharapkan tidak hanya mengedepankan hukum positif, tetapi juga memanfaatkan kearifan lokal dan hukum adat yang masih hidup di masyarakat Dayak.

“Penyelesaian yang berbasis adat mampu mencegah konflik berkepanjangan dan menghilangkan stigma kalah-menang. Ini sangat relevan dengan kultur masyarakat kita yang menjunjung tinggi nilai damai,” ujarnya.

Leonard juga mengurai tiga alasan utama pentingnya pembentukan lembaga ini: secara filosofis untuk menjaga cita-cita persatuan bangsa, secara sosiologis karena nilai adat mulai tergerus oleh modernitas, dan secara yuridis sebagai solusi komprehensif penanganan konflik yang transparan dan akuntabel.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menginformasikan bahwa saat ini DPRD Kalteng tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah tentang penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan. Perda ini menjadi dasar hukum pembentukan lembaga yang dimaksud, dengan pendekatan kolaboratif yang menggabungkan hukum nasional dan lokal.

“Ke depan, lembaga ini harus mampu menjembatani berbagai latar belakang dan membangun mekanisme yang selaras dengan budaya Kalimantan Tengah,” tandas Leonard.

Ia menutup sambutannya dengan mengajak seluruh peserta diskusi untuk berbagi ide dan perspektif demi mendorong penyelesaian konflik agraria dan SDA secara adil, damai, dan berkelanjutan. (daw)

Bagikan berita ini