Kantamedia.com – Dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad SAW diceritakan pernah menghancurkan dan membakar sebuah masjid di Madinah. Tak hanya dihancurkan, lokasi bangunan masjid tersebut kemudian dijadikan tempat pembuangan sampah dan bangkai binatang.
Masjid yang dihancurkan Nabi Muhammad SAW tersebut dikenal dengan Masjid Dhirar.
Arti nama Masjid Dhirar adalah “masjid bahaya.” Masjid ini dibangun oleh orang yang fasik dan jahat dengan tujuan untuk memecah belah umat Islam.
Malaikat Jibril as yang turun menemui Rasulullah saat dalam perjalanan kembali ke Madinah dari medan Tabuk, menyampaikan perihal tentang Masjid Dhirar dan niat para pembangunnya yang hendak menyebarkan kekufuran dan memecah belah persatuan umat Islam.
Mereka hendak menyaingi masjid kaum muslim —yaitu Masjid Quba— yang sejak semula dibangun dengan landasan takwa.
Allah melukiskan motivasi dibalik didirikannya masjid Dhirar tersebut dalam firman-Nya: “Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang Mukmin) dan karena kekafiran-(nya), dan untuk memecah belah antara orang-orang Mukmin, serta menunggu/mengamat-amati kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.” (QS. At-Taubah [9]: 107).
Maka Rasulullah SAW mengutus orang-orang ke Masjid Dhirar itu untuk merobohkannya sebelum beliau tiba di Madinah.
Sejarah Masjid Dhirar
Dikisahkan dalam buku Ghazawat Ar-Rasul Durus Wa ‘Ibar Wa Fawa’Id karya Ali Muhammad Ash-Shallabi dan diterjemahkan Masturi Irham dan M. Asmui Taman, hiduplah seorang pendeta nasrani dari kabilah Al-Khazraj di Madinah bernama Abu Amir.
Awalnya, Abu Amir adalah seorang tokoh yang terpandang di kalangan orang-orang Madinah (Anshar) karena ia adalah ahli kitab. Seiring berkembangnya pengaruh kaum muslimin dan Rasulullah SAW di Madinah, kebencian Abu Amir terhadap Islam semakin besar pula.
Pada Perang Badar, Abu Amir berperan dalam membakar amarah musuh-musuh Islam sehingga mereka lebih membenci Rasulullah SAW.
Kelicikan Abu Amir juga terlihat pada Perang Uhud. Ia menggali lubang-lubang untuk menjebak Rasulullah SAW agar terperosok di dalamnya. Lubang-lubang itu pun berhasil mematahkan gigi Rasulullah SAW dan membuat kepala beliau terluka.
Tak berhenti sampai di situ, Abu Amir juga berusaha menipu kaumnya, Anshar, untuk mengikutinya daripada mengikuti Rasulullah SAW. Tentu saja kaum Anshar menolak ajakan ini.
Abu Amir tidak kehilangan akal demi meruntuhkan Islam. Akhirnya, ia meminta dukungan dari Raja Heraklius, Raja Romawi untuk menghancurkan nabi. Raja Heraklius pun menerima Abu Amir dengan senang hati.
Kemudian pada tahun 9 Hijriah, Abu Amir memerintahkan orang-orang munafik Madinah untuk membangun sebuah masjid di samping Masjid Quba. Masjid tersebut selesai didirikan sebelum Rasulullah berangkat ke Tabuk.
Setelah pembangunan selesai, orang munafik ini meminta Rasulullah SAW untuk salat di dalamnya agar masjid itu diakui oleh umat Islam. Padahal itu adalah tujuan licik mereka memecah belah umat menjadi lebih mudah.
Diceritakan dalam buku Perobohan Masjid Dhirar di Quba’ dan Wafatnya Rasulullah karya Muhammad Ridha, dkk, orang-orang munafik ini berusaha membujuk hati Rasulullah SAW dengan berkata, “Ya Rasul Allah! Sesungguhnya kami telah membangun sebuah masjid khusus untuk orang yang sakit dan miskin, untuk melindungi mereka pada malam berangin dan malam dingin. Kami ingin engkau datang kepada kami, lalu salatlah mengimami kami di sana.”
Rasulullah SAW saat itu masih sibuk sehingga beliau menjawab ajakan kaum munafik itu dengan berkata, “Sesungguhnya aku akan berangkat, tapi sedang sibuk. Kalau kami pulang nanti, insya Allah kami akan datang kepada kalian, lalu shalat mengimami kalian.”
Tapi tidak semudah itu. Sebelum Rasulullah SAW salat di sana, Allah SWT sudah membuka tabir kebenaran kepada beliau tentang tujuan asli pendirian masjid itu.
Disebutkan, setelah memiliki waktu longgar, Rasulullah SAW berniat untuk memenuhi perkataannya tadi dengan bergegas pergi ke Masjid Dhirar untuk salat di sana. Nabi meminta diambilkan baju gamisnya yang hendak dipakai untuk mendatangi masjid buatan orang munafik tadi.
Sebelum Nabi Muhammad SAW sempat salat di masjid tersebut, Malaikat Jibril turun membawa wahyu dari Allah SWT, yaitu surah At-Taubah ayat 107-108.
“Janganlah engkau melaksanakan salat di dalamnya (masjid itu) selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama lebih berhak engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang gemar membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri.” (QS At Taubah: 108).
Mendengar pesan dari Malaikat Jibril ini, Rasulullah SAW langsung memanggil Malik bin Ad-Dukhsyum, Ma’an bin Adi bin ‘Amr bin Sakan, dan Wahsyi ke hadapan beliau.
Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Pergilah ke masjid yang zalim para penghuninya itu. Hancurkan ia dan bakar!”
Mereka bertiga pun segera berangkat, sampai tiba di perkampungan Bani Salim bin ‘Auf, yaitu keluarga Malik bin Ad-Dukhsyum. Maka Malik berkata kepada teman-temannya: “Tungguhlah aku sampai aku datang kepada kalian membawa api.”
Malik kemudian mengambil beberapa pelepah kurma lalu menyalakannya dengan api. Selanjutnya, mereka bertiga pun bangkit dan berjalan cepat memasuki masjid.
Ketika mereka menghancurkan dan membakar masjid tersebut, orang-orang yang semula berada di dalam, berhamburan keluar menyelamatkan diri.
Rasulullah SAW kemudian menyuruh agar tempat itu dijadikan pembuangan sampah dan bangkai.
Hikmah dari Peristiwa Masjid Dhirar
Peristiwa pembakaran Masjid Dhirar ini mengandung banyak hikmah yang dapat diambil oleh umat Islam, di antaranya:
- Pentingnya Niat yang Ikhlas dalam Beribadah: Masjid didirikan bukan hanya sebagai tempat sholat, tetapi harus dibangun dengan niat yang ikhlas semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT.
- Waspada Terhadap Konspirasi dan Fitnah: Umat Islam harus selalu waspada terhadap upaya-upaya yang dapat memecah belah persatuan umat.
- Ketegasan dalam Menegakkan Kebenaran: Rasulullah SAW menunjukkan ketegasan dalam menegakkan kebenaran dan memerangi kemunafikan, meskipun harus mengambil langkah yang drastis seperti membakar masjid.
Peristiwa pembakaran Masjid Dhirar oleh Rasulullah SAW menjadi pelajaran penting bagi umat Islam tentang pentingnya niat yang tulus dalam beribadah, kewaspadaan terhadap fitnah, dan ketegasan dalam menegakkan kebenaran.
Sejarah ini juga mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang dibangun di atas niat yang buruk tidak akan mendapatkan berkah dan ridha dari Allah SWT. (*)