Palangka Raya, kantamedia.com – Hari ini, 17 Juli 2025, Kota Palangka Raya kembali merayakan hari jadinya yang ke-68, sebuah momentum berharga untuk menoleh ke belakang, menelusuri jejak sejarah panjang yang membentuknya menjadi ‘Kota Cantik’ seperti saat ini. Sejarah kota ini tak lepas dari visi besar Proklamator RI, Soekarno, yang memimpikan sebuah ibu kota negara di jantung Borneo.
Pada tanggal 17 Juli 1957, Soekarno secara resmi meresmikan Palangka Raya sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah yang baru terbentuk, memecah Provinsi Kalimantan menjadi tiga provinsi: Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
Palangka Raya adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah, bukan sekadar pusat pemerintahan dan ekonomi. Kota ini menyimpan jejak sejarah panjang dan cita-cita besar yang dicanangkan oleh proklamator kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno. Sempat digadang-gadang sebagai calon ibu kota negara di masa depan, Palangka Raya adalah simbol visi pembangunan Indonesia pascakemerdekaan, jauh dari hiruk pikuk Pulau Jawa.
Visi Soekarno dan Peresmian Ibu Kota Baru
Sejarah Palangka Raya bermula dari gagasan revolusioner Presiden Soekarno yang ingin membangun sebuah “kota impian” di luar Jawa. Ia melihat Kalimantan sebagai pulau yang strategis, kaya sumber daya alam, dan memiliki potensi besar untuk menjadi pusat peradaban baru yang adil dan makmur.
Peresmian ini bukan sekadar upacara biasa. Soekarno bahkan menanam tiang pertama pembangunan sekaligus mencangkul tanah sebagai simbol dimulainya pembangunan Palangka Raya dari nol. Dalam pidatonya kala itu, ia dengan lantang menyatakan harapannya agar Palangka Raya suatu hari akan menjadi ibu kota Republik Indonesia, memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta yang dianggapnya terlalu padat.
Pada tanggal 17 Juli 1957, melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 189/1957, Palangka Raya secara resmi ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah. Penetapan ini bukan tanpa alasan. Soekarno memiliki gagasan monumental untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke lokasi yang lebih sentral, strategis, dan bebas dari ancaman bencana alam besar. Pilihannya jatuh pada sebuah daerah di pedalaman Kalimantan yang kemudian diberi nama Palangka Raya, yang berarti “Tempat yang Besar dan Suci” dalam bahasa Dayak Ngaju.
Visi Soekarno adalah membangun sebuah kota modern, terencana, dan menjadi simbol persatuan serta kemajuan bangsa. Meskipun Jakarta tetap menjadi ibu kota negara, Palangka Raya tetap dibangun dengan semangat perintis tersebut. Rancangan tata kota yang ada hingga kini menunjukkan karakteristik perencanaan yang matang, dengan jalan-jalan lebar dan ruang terbuka hijau yang cukup, menjadikannya sebutan “Kota Cantik.”
Setiap peringatan Hari Jadi Palangka Raya adalah kesempatan emas bagi kita untuk kembali meresapi semangat para pendiri kota ini, terutama visi besar Bung Karno. Dari sebuah hutan belantara, kota ini tumbuh menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, dan kebudayaan Kalimantan Tengah. Ini adalah bukti kegigihan dan kerja keras generasi sebelumnya.
Sejak didirikan, Palangka Raya terus berbenah. Dari bandara yang modern, gedung-gedung pemerintahan, fasilitas pendidikan, hingga pusat perbelanjaan, kota ini menunjukkan perkembangan signifikan. Namun, tantangan juga selalu ada, seperti isu lingkungan, pengembangan infrastruktur yang berkelanjutan, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Momen Hari Jadi ini bukan hanya sekadar perayaan seremonial, melainkan sebuah refleksi mendalam, melihat sejauh mana cita-cita awal telah tercapai dan apa saja yang perlu diperbaiki di masa depan. Semangat optimisme untuk terus membangun Palangka Raya agar menjadi kota yang lebih maju, sejahtera, dan lestari, sejalan dengan visi “Kota Cantik” yang modern dan bermartabat, terus digaungkan.
Semoga di usianya yang bertambah, Palangka Raya semakin kokoh dalam identitasnya, melanjutkan warisan sejarah yang kaya, dan terus menjadi kebanggaan bagi seluruh masyarakat Kalimantan Tengah.
Makna Nama dan Tata Kota Berencana
Nama “Palangka Raya” sendiri memiliki makna yang mendalam. Berasal dari bahasa Dayak Ngaju, “Palangka” berarti wadah atau tempat suci, dan “Raya” berarti besar atau agung. Sehingga, Palangka Raya bisa diartikan sebagai ‘Tempat Suci yang Agung’. Nama ini mencerminkan harapan akan kemakmuran dan keberkahan bagi kota dan penghuninya.
Sejak awal, Palangka Raya dirancang sebagai kota berencana (planned city) dengan tata ruang modern. Jalan-jalan lebar, jaringan jalan yang terstruktur, serta ruang terbuka hijau menjadi ciri khasnya, mencerminkan cita-cita kota yang teratur, nyaman, dan fungsional. Meskipun dibangun dengan konsep modern, identitas budaya Dayak tetap dipertahankan dan terintegrasi dalam arsitektur dan kehidupan sosial kota.
Perkembangan dari Masa ke Masa
Meski cita-cita untuk menjadi ibu kota negara belum terwujud hingga kini, Palangka Raya terus berkembang menjadi jantung Kalimantan Tengah. Seiring waktu, pembangunan infrastruktur terus digenjot, fasilitas publik semakin lengkap, dan sektor ekonomi serta pendidikan terus tumbuh.
Sebagai pusat pemerintahan provinsi, Palangka Raya menjadi simpul aktivitas politik, ekonomi, dan sosial masyarakat Kalimantan Tengah. Kota ini menjadi rumah bagi beragam suku bangsa yang hidup berdampingan, menciptakan harmoni sosial yang Bhinneka Tunggal Ika. Tantangan seperti isu lingkungan (misalnya kebakaran hutan dan lahan gambut) serta pemerataan pembangunan di wilayah sekitarnya menjadi fokus pemerintah daerah dalam upaya menjadikan Palangka Raya kota yang berkelanjutan dan sejahtera.
Melihat ke Depan
Kini, Palangka Raya tidak hanya menjadi bukti nyata visi besar Soekarno dalam membangun Indonesia dari berbagai penjuru, tetapi juga menjadi gerbang utama menuju kekayaan alam dan budaya Kalimantan Tengah. Sejarah panjang kota ini menjadi pengingat akan semangat pembangunan dan kemandirian bangsa. Palangka Raya terus bertransformasi, memadukan modernitas dengan kearifan lokal, menjaga jejak sejarahnya sembari menatap masa depan yang lebih cerah sebagai salah satu kota penting di koridor timur Indonesia. (jnp)


