DPRD Kalteng Soroti Lemahnya Pengawasan Tambang

Palangka Raya, Kantamedia.com  – Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Ampera AY Mebas, menyoroti dampak aktivitas pertambangan yang dinilai kerap menimbulkan kerusakan lingkungan. Ia menegaskan, meski perusahaan tambang memiliki izin resmi, praktik di lapangan masih sering bermasalah.

“Tambang itu jelas merusak lingkungan, baik tambang terbuka maupun tambang bawah tanah. Dampaknya besar, sehingga harus ada kehati-hatian. Jangan sampai pengawasan kendor, karena kalau dibiarkan bisa muncul aktivitas ilegal, dan itu berbahaya,” ujar Ampera, Senin (29/9/2025).

Ia mencontohkan, sejumlah tambang ditemukan terlalu dekat dengan aliran sungai, bahkan ada yang mengalihkan jalur sungai. Menurutnya, praktik semacam ini tidak boleh terjadi. “Pengawasan tidak boleh hanya dilakukan setelah ada kasus besar. Sejak izin diberikan, pengawasan harus sudah berjalan,” tambahnya.

Ampera juga mengingatkan adanya keterbatasan kewenangan daerah dalam pengawasan pertambangan. Saat ini, kewenangan berada di pemerintah pusat, sementara daerah hanya menangani galian C. “Pertanyaannya, apakah pusat sanggup mengawasi seluruh Indonesia? Karena kenyataannya daerah sering kali tidak bisa berbuat banyak,” ungkapnya.

Sorotan ini muncul di tengah kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menjatuhkan sanksi administratif berupa penghentian sementara terhadap 26 perusahaan batu bara di Kalimantan Tengah.

Langkah tersebut tertuang dalam Surat Dirjen Mineral dan Batubara No. T-1238/MB.07/DJB.T/2025 tertanggal 5 Agustus 2025. Sanksi diberikan setelah perusahaan-perusahaan itu tiga kali mendapat peringatan karena tidak menempatkan jaminan reklamasi dan pascatambang sesuai PP No. 78 Tahun 2010 serta Permen ESDM No. 26 Tahun 2018.

Dalam surat itu ditegaskan, pemegang IUP yang melanggar wajib menghentikan sementara kegiatan usahanya selama 60 hari. Meski begitu, perusahaan tetap berkewajiban melakukan pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan, termasuk segera mengajukan dokumen rencana reklamasi.

“Kasus ini menunjukkan bahwa pengawasan pertambangan tidak bisa main-main. Jika perusahaan tidak patuh, dampaknya bukan hanya pada kerugian negara, tapi juga kerusakan lingkungan dan keselamatan masyarakat. Karena itu pengawasan harus lebih ketat,” pungkas Ampera. (Daw).

Bagikan berita ini