Serupa Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Stres dan Depresi

3. Obat

Ketidakseimbangan bahan kimia pada otak menjadi salah satu faktor risiko depresi. Dokter dapat meresepkan antidepresan untuk membantu memodifikasi kimia otak seseorang.

Umumnya, obat antidepresan tidak memiliki efek stimulasi pada orang yang tidak mengalami kelainan tersebut.

Antidepresan dapat mengurangi gejala dalam satu atau dua minggu pertama konsumsi, tapi manfaat penuh bisa jadi tidak terlihat hingga dua sampai tiga bulan.

Dalam beberapa situasi, obat psikotropika lain mungkin membantu.

Dokter biasanya menyarankan pengidap terus minum obat selama enam bulan atau lebih setelah gejalanya membaik.

Perawatan jangka panjang juga dapat membantu untuk mengurangi risiko episode depresi pada masa depan bagi orang-orang yang lebih berisiko.

4. Terapi stimulasi otak

Jenis terapi ini biasanya menjadi pilihan untuk kondisi depresi yang tidak membaik setelah mengonsumsi obat, mengalami gejala psikosis, serta menunjukkan percobaan untuk bunuh diri.

Jenis terapi stimulasi otak ini termasuk:

  • Electroconvulsive therapy (ECT). Terapi ini dilakukan dengan mengalirkan arus listrik ke otak melalui kulit kepala untuk menyebabkan kejang singkat.
  • Transcranial Magnetic Stimulation (TMS). Jenis stimulasi otak ini berlangsung dengan memakai energi magnet yang diubah menjadi arus listrik pada bagian bawah tengkorak. Prosedur ini bertujuan untuk membantu pengidap mengatur emosi. TMS adalah pengobatan tambahan yang bisa digabung dengan pengobatan dan non-invasif (tidak memerlukan operasi).
  • Vagus Nerve Stimulation (VHS). Dokter jarang melakukan jenis terapi ini. Prosedurnya yaitu dokter akan memasang elektroda untuk stimulasi saraf vagus yang ditanamkan pada leher pasien.

(*/jnp)

Bagikan berita ini

KANTAMEDIA CHANNEL

YouTube Video
Bsi