Jakarta, kantamedia.com – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti ikut menanggapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.
Lewat keterangannya yang dilansir laman resmi Muhammadiyah, dikutip Sabtu (26/8/2023), Abdul Mu’ti menegaskan untuk tidak memberi izin bagi kegiatan kampanye Pemilu 2024 di lembaga pendidikan di bawah binaan Muhammadiyah meski hal tersebut diperbolehkan sesuai ketentuan di atas.
“Walaupun diperbolehkan, lembaga pendidikan Muhammadiyah akan sangat berhati-hati bahkan mungkin tidak memberikan izin kampanye di kampus,” ujarnya.
Dia menyebut perubahan ketentuan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu yang membolehkan lembaga pendidikan sebagai tempat kampanye itu bisa berdampak buruk terhadap dinamika politik dan kegiatan akademik.
“Tarik menarik kepentingan politik di kampus akan semakin kuat,” tegasnya.
Diketahui, MK pada Selasa (15/8/2023) merilis putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 di atas. MK menyatakan larangan berkampanye di tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah bertentangan dengan UUD 1945. Putusan ini lahir dari gugatan atas pasal 280 ayat (1) UU Pemilu.
Kritik atas putusan MK itu juga datang dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Mereka mengaku kecewa terhadap putusan MK tersebut. FSGI mempertanyakan batasan dari putusan tersebut. Mereka merasa pembolehan kampanye di tempat pendidikan tidak tepat.
Sebelumnya, Sekretaris PP Muhammadiyah, Izzul Muslimin pada Rabu (23/8/2023) juga menyatakan keprihatinan atas putusan ini. Pendidikan politik menurutnya penting bagi pelajar dan masyarakat. Namun untuk konteks kampanye di lembaga pendidikan, dia mendorong adanya aturan main yang jelas sehingga lembaga pendidikan dapat mengantisipasi hal-hal yang kontraproduktif.
“Mungkin kalau untuk perguruan tinggi dan sifatnya seimbang mungkin itu tidak masalah, kalau tidak ada pemaparan visi misi calon-calon legislatif atau eksekutif. Tetapi ketika itu sampai di level sekolah apalagi SD, SMP menurut saya itu bahaya sekali. Apalagi membawa kepentingan-kepentingan politik yang siswa itu belum tentu siap. Terutama kalau itu yang muncul penggalangan massa,” kata Izzul.
Menanggapi putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 terkait Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu tersebut, Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) pun menegaskan agar perguruan tinggi bisa menjaga jarak dan netralitas pada kegiatan politik.
“Kami berharap massa dinamika, kampus bisa menjaga jarak dan netral serta bisa berdiri di atas semuanya tidak ikut-ikutan. Kita ingin situasi politik aman, damai, dan tidak memecah belah bangsa,” ujar Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemdikbudristek, Nizam, Kamis (24/8/2023).
“Terus terang kita baru mempelajari ya karena putusan lengkapnya kita masih belum menerima jadi kita masih mempelajari, mendalami, dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait,” kata dia. (*/jnp)