Hut Ri

PPATK: 3,2 Juta Orang Indonesia Main Judi Online, Transaksi Capai Rp 600 Triliun

Kantamedia.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan 3,2 juta warga Indonesia teridentifikasi bermain judi online. Pemain judi online ini ada pelajar hingga ibu rumah tangga.

“Sampai saat ini sudah ada 5.000 rekening yang kita blokir ya, dan dari 3,2 juta yang kita identifikasi pemain judi online yang ada itu, rata-rata mereka bermain di atas Rp 100 ribu, hampir 80 persen dari 3,2 juta pemain yang teridentifikasi itu (bermain di atas Rp 100 ribu),” ujar Koordinator Humas PPATK Natsir Kongah dalam diskusi daring bertajuk ‘Mati Melarat karena Judi’, Sabtu (15/6/2024).

Natsir mengatakan beberapa pemain yang teridentifikasi bermain judi online adalah ibu rumah tangga. Natsir mengaku khawatir apabila seorang ibu rumah tangga bermain judi online.

“Ada pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, dan ini cukup mengkhawatirkan untuk kita sebagai anak bangsa di mana pendapatan keluarga katakanlah Rp 200 ribu per hari, kalau Rp 100 ribu dibuat judi online, itu kan signifikan ya mengurangi gizi keluarga yang ada. Jadi kalau terus berlanjut, tentunya Rp 100 ribu bisa dibelikan susu anak,” ucap Natsir.

PPATK, kata Natsir, memiliki cara sendiri untuk mendeteksi rekening yang berkaitan dengan judi online. Natsir mengatakan bahkan PPATK mengetahui mekanisme perputaran uang judi online.

“Bagaimana kita tahu, memang mekanismenya kita sudah tahu bagaimana pelaku dikirim ke bandar kecil, dari bandar kecil dikirim ke bandar besar, dan sebagian bandar besar yang dikelolakan di luar negeri banyak juga ternyata uang dari judi online itu dilarikan ke luar negeri, dan nilainya itu di atas Rp 5 triliun lebih, jadi seperti itu kita lakukan identifikasi,” ucapnya.

Terkait negara-negara itu, Natsir tidak menjelaskan rinci. Dia hanya mengatakan aliran judi online itu ada di beberapa negara di ASEAN.

“Ada beberapa negara di ASEAN, ada Thailand, Filipina, Kamboja, dan sebagainya,” katanya.

Lebih Tinggi dari Korupsi

PPATK mengungkapkan jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan paling tinggi adalah judi online. PPATK menyebut transaksi mencurigakan judi itu lebih tinggi dibandingkan korupsi.

Natsir menyampaikan laporan keuangan transaksi mencurigakan pada 2024 itu meningkat 14.575.

Dari catatan PPATK, Natsir mengungkapkan laporan keuangan transaksi mencurigakan pada 2022 ada 11.222 laporan, dan pada 2023 itu ada 24.850 laporan transaksi keuangan mencurigakan. Nilainya juga bervariasi, diakumulasikan transaksi judi online senilai Rp 600 triliun.

“Nah, itu nilainya di 2023 Rp 397 triliun, dan di semester satu ini yang seperti disampaikan Pak Kepala PPATK Ivan Yustiavandana itu nembus angka Rp 600 triliun lebih pada kuartal pertama di 2024,” kata Natsir.

Natsir kemudian menyampaikan akumulasi laporan transaksi keuangan judi 32,1 persen. Sedangkan korupsi hanya 7 persen.

“Maka, secara akumulasi, judi bagian yang cukup besar dari laporan transaksi keuangan mencurigakan yang kita terima sampai 32,1 persen, kalau misalnya penipuan di bawahnya ada 25,7 persen, lalu kemudian tindak pidana lain 12,3 persen, korupsi malah 7 persen,” imbuhnya.

Natsir menyebutkan angka-angka akumulasi perputaran judi online seiring waktu terus meningkat. Tahun 2024 ini jika diakumulasikan ada Rp 600 triliun lebih.

“Kalau di 2021 baru terdeteksi Rp 57 triliun, di 2022 melonjak menjadi Rp 81 triliun, di 2023 menjadi Rp 327 triliun. Nah, ini semua angka ini menunjukkan bagaimana problem kita terkait dengan judi ini cukup masuk ke arah meresahkan,” katanya.

Dia menilai masalah judi online ini sudah sangat meresahkan masyarakat. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online.

“Sehingga Bapak Presiden memanggil Ketua Komite Pencegahan Pemberantasan TPPU juga sebagai Menko Polhukam membentuk Satgas yang kemudian dipimpin Pak Menko Polhukam. Harapannya, satgas ini tentu penekanan pencegahan terkait judi ini bisa efektif dilakukan,” pungkasnya. (*/jnp)

TAGGED:
Bagikan berita ini