Serupa dengan hal tersebut, meskipun tidak secara eksplisit melarang pembedahan terhadap tubuh penjahat yang dieksekusi, Massachusetts juga mengesahkan Undang-Undang Anatomi pada tahun 1830 dan 1833.
Pada tahun 1968, untuk melindungi kepentingan donor seluruh tubuh dan keluarga mereka, Undang-Undang “Uniform Anatomical Gift” resmi disahkan.
Selama akhir abad ke-20, promosi donasi seluruh tubuh untuk tujuan studi anatomi mulai dilakukan di berbagai belahan dunia. Promosi inipun terbilang sukses dan mampu mengubah persepsi masyarakat mengenai donasi seluruh tubuh. Seringkali, para profesional medis akan mendonasikan tubuh mereka sendiri karena mereka adalah orang-orang yang paling paham nilai dari mayat.
Mayat dapat menambah wawasan tentang anatomi manusia, memberikan informasi tentang bagaimana penyakit hingga memungkinkan ahli bedah dan dokter untuk berlatih dan menyempurnakan teknik. Selain itu, mayat juga memungkinkan para peneliti untuk mengembangkan perangkat medis dan meningkatkan sistem pengiriman obat dalam tubuh.
Aturan Penggunaan Cadaver di Indonesia
Penggunaan cadaver untuk ilmu pengetahuan diatur pada Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada Pasal 120 Ayat (1) disebutkan, “Untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau di institusi pendidikan kedokteran”.
Selain itu, aturan terkait penggunaan kadaver atau jenazah/mayat untuk praktikum bedah anatomis juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 1981, dengan perubahannya yakni PP Nomor 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh.
Terkait bedah mayat anatomis tertuang dalam Pasal 1 PP Nomor 18 Tahun 1981. Disebutkan “Bedah mayat anatomis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap mayat untuk keperluan pendidikan di bidang ilmu kedokteran”.
Kemudian dalam Pasal 5 disebutkan bahwa untuk bedah mayat anatomis diperlukan mayat yang diperoleh dari rumah sakit dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan c. Mayat hanya boleh dilakukan dalam keadaan:
Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti;
Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit.
Pada Pasal 6 aturan tersebut juga disebutkan bahwa bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan data bangsal anatomi suatu fakultas kedokteran. Dalam Pasal 7 menyatakan bahwa bedah mayat anatomis dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran dan sarjana kedokteran di bawah pimpinan dan tanggung jawab langsung seorang ahli urai.