Hut Ri

Sejarah Cadaver, Mayat Manusia yang Dijadikan Bahan Praktik

Adapun perbuatan yang dilarang, sebagaimana diatur dalam Pasal 17-19, yaitu dilarang memperjual-belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia, dan dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri. Namun, larangan ini tidak berlaku untuk keperluan penelitian ilmiah dan keperluan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Adapun memperoleh jasad untuk kebutuhan cadaver didapat melalui proses tertentu, yakni proses toe-eigening dan proses levering.

Sukma dalam Vista Hukum Pidana Terhadap Proses “Toe-eigening” Dan “Levering” Kadaver Untuk Tujuan Pendidikan (2020) menjelaskan bahwa kedua istilah tersebut sama-sama berasal dari bahasa Belanda.

Proses toe-eigening merujuk pada metode mendapatkan cadaver dari rumah sakit. Jenazah di rumah sakit yang identitasnya tidak dapat diverifikasi bisa dijadikan sebagai cadaver.

Hal ini juga tertera dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1981 Bab 3, pasal 5. Aturan tersebut menyebutkan bahwa mayat untuk keperluan pendidikan diperoleh dari rumah sakit.

Sementara itu, proses levering merupakan metode mendapatkan cadaver dari hibah dan wasiat. Maksudnya, seseorang bisa saja membuat wasiat agar tubuhnya dihibahkan ke fakultas kedokteran sebagai penunjang pendidikan kelak ketika dirinya telah meninggal.

Praktik ini pernah dilakukan oleh salah seorang dosen Fakultas Kedokteran UGM. Ia bernama Fitri Mardjono.

Dalam skripsi yang disusun Iqbal Waziri berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Wasiat Jenazah di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta (2015), sepeninggal dosen tersebut pada 2011, jasadnya tidak dikubur.

Ia telah mewasiatkan tubuhnya untuk dihibahkan ke pihak kampus. Tubuh Mardjono dimandikan dan disalatkan, tetapi tidak dikubur. Setelah prosesi lain selesai, tubuhnya pun diserahkan ke Fakultas Kedokteran UGM.

Jika zaman sekarang cadaver kebanyakan didapat dari rumah sakit maupun hasil hibah, lain halnya semasa abad ke-18. Berdasarkan Romi, Arfian, dan Sari dalam Is Cadaver Still Needed in Medical Education (2019), pada era tersebut, mayat untuk keperluan bedah anatomi didapat dari tubuh pelaku kriminal yang telah dieksekusi. (idz/jnp)

Bagikan berita ini