Palangka Raya, Kantamedia.com – Langkah penyidikan terhadap Daryana, SE, warga Kota Palangka Raya, oleh Ditreskrimum Polda Kalimantan Tengah, dinilai sebagai bentuk kriminalisasi dan diskriminasi hukum terhadap warga kecil. Daryana ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pemalsuan surat, meski memiliki 14 SPPT sah yang terdaftar di Kelurahan Sabaru.
Kajian hukum dari Pos Bantuan Hukum (Posbakum) ‘Aisyiyah Kalimantan Tengah menyebutkan bahwa SPPT atas nama Daryana telah dikonfirmasi valid oleh Lurah Sabaru melalui surat resmi tertanggal 17 September 2025. Lokasi tanah juga berada di RT 006 RW 003 Kelurahan Sabaru, sesuai pemekaran wilayah pada 2 Januari 2025.
Berita Acara Kesepakatan Bersama antara Lurah Sabaru, Kalampangan, dan Bereng Bengkel tahun 2017 menyatakan bahwa kesalahan wilayah dalam penerbitan SPPT diselesaikan secara administratif tanpa mengurangi hak pemegang dokumen. Namun, penyidik tetap menjadikan Daryana tersangka dengan dasar peta BPN yang menyebut lokasi berada di Kalampangan.
Lurah Sabaru menegaskan bahwa hingga kini belum ada batas wilayah resmi antara Sabaru dan Kalampangan, dan batas yang digunakan masyarakat hanya berupa kanal alam. Hal ini memperlemah dasar hukum penyidikan yang menggunakan peta BPN sebagai acuan tunggal.
Penasihat hukum Daryana, Kariswan Pratama Jaya, menyebut tindakan penyidik sebagai diskriminatif.
“Jika dasar yang digunakan penyidik berlaku adil, maka ratusan pemilik SPPT di perbatasan Sabaru-Kalampangan juga dapat dijerat dengan pasal serupa,” ujarnya.
Posbakum ‘Aisyiyah mendesak agar penyidikan terhadap Daryana dihentikan dan diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Persoalan ini tidak seharusnya dibawa ke ranah pidana karena berkaitan dengan kekeliruan administrasi wilayah,” tegas Kariswan.
Pemerintah Kota Palangka Raya diminta segera menetapkan batas wilayah resmi antar kelurahan serta membuat regulasi yang lebih jelas terkait penerbitan SPPT, guna mencegah kriminalisasi serupa di masa mendatang. (Ric).