Jakarta, Kantamedia.com – Aktivitas perdagangan di pasar modal Indonesia menunjukkan pelemahan dalam dua hari terakhir. Nilai transaksi harian tercatat di bawah Rp10 triliun, jauh di bawah rata-rata transaksi empat pekan sebelumnya yang mencapai Rp12,2 triliun per hari.
Pada perdagangan Senin (7/7/2025), total nilai transaksi hanya sebesar Rp7,48 triliun. Sebelumnya, Jumat (4/7/2025), nilai transaksi juga tidak mencapai Rp8 triliun. Padahal, selama periode 3–7 Maret 2025, nilai transaksi sempat menyentuh Rp13,14 triliun.
Di tengah kondisi tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mampu ditutup menguat 0,52% ke level 6.900 setelah sempat melemah di sesi pertama. IHSG melesat di menit-menit akhir perdagangan, meski volume transaksi tetap rendah.
Investor Menahan Diri
Melansir dari CNBC Indonesia, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, menjelaskan bahwa lesunya pasar saham disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik. Salah satunya adalah ketidakpastian menjelang tanggal 9 Juli, yang disebut sebagai tenggat penting dalam peta ketegangan geopolitik dan kebijakan perdagangan global.
“Tingginya ketidakpastian akibat berakhirnya tenggat 9 Juli, ditambah isu perseteruan BRICS dengan Trump yang berpotensi memicu kenaikan tarif, membuat pelaku pasar berhati-hati,” ujarnya.
Di sisi lain, saham-saham IPO (Initial Public Offering) juga turut menyedot perhatian investor, terutama karena banyak di antaranya memiliki fundamental yang kuat dan prospek valuasi menarik.
“Investor lebih memilih menahan dana mereka untuk mengantre membeli saham IPO. Dalam beberapa kasus, dana sudah diblokir bahkan sebelum masa pemesanan berakhir,” jelas Nicodemus.
Ketidakpastian Tarif Baru AS Bayangi Pasar
Analis pasar dari Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menambahkan bahwa investor masih mencermati rencana pengumuman tarif baru oleh Presiden AS Donald Trump, yang dijadwalkan terjadi pada Senin ini. Tarif tersebut disebut-sebut akan menyasar 12 negara sekaligus.
“Kesepakatan perdagangan masih jauh dari kata tercapai, dan keputusan Trump ini menjadi perhatian pelaku pasar global,” katanya.
Secara teknikal, Nafan menyebut IHSG berada dalam fase konsolidasi, dengan indikator yang menunjukkan arah campuran. “Stochastic KD memberikan sinyal negatif, volume perdagangan menurun, tapi RSI sudah berada di area oversold,” tambahnya.
Sementara itu, dari sisi fundamental domestik, proyeksi cadangan devisa Indonesia yang cukup kuat pada Juni disebut menjadi katalis positif, karena memperkuat ketahanan eksternal dan menjaga stabilitas makroekonomi nasional.
Di sisi lain, analis Doo Financial Futures Lukman Leong menilai banyak investor saat ini mengambil posisi wait and see menunggu perkembangan kebijakan tarif AS yang disebut akan berakhir pada 9 Juli mendatang. (Mhu).