Kantamedia.com – Pemerintah akan memungut pajak dari penjual online di e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, TikTok Shop, Blibli, dan lainnya. Kebijakan yang akan diatur lewat regulasi baru ini diklaim bisa meningkatkan penerimaan negara sekaligus menciptakan kesetaraan perlakuan antara toko online atau e-commerce dan toko fisik (offline).
Regulasi baru ini diperkirakan akan berdampak langsung pada sejumlah platform besar seperti TikTok Shop, Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli, dan Bukalapak.
Langkah pemerintah ini diperkirakan tak lepas dari tekanan fiskal yang dihadapi saat ini. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan negara pada periode Januari–Mei 2025 turun 11,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi Rp995,3 triliun.
Penurunan ini dipengaruhi oleh harga komoditas yang melemah, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan gangguan sistem administrasi perpajakan.
Di sisi lain, industri e-commerce Indonesia justru tengah mengalami lonjakan pertumbuhan signifikan. Laporan dari Google, Temasek, dan Bain & Co memperkirakan nilai transaksi bruto (GMV) sektor ini mencapai USD 65 miliar pada 2024 dan bisa melonjak dua kali lipat lebih menjadi USD 150 miliar pada 2030.
Kondisi ini menciptakan dilema bagi pemerintah di satu sisi perlu mengoptimalkan potensi pajak dari sektor digital yang besar, namun di sisi lain harus menjaga momentum pertumbuhan e-commerce agar tidak melambat akibat intervensi regulasi.
Dikutip dari The Economic Times, Sabtu (28/6/2025), informasi ini disampaikan oleh dua sumber industri yang mengetahui langsung rencana tersebut.
Dokumen internal turut mengonfirmasi arah kebijakan itu. Salah satu sumber menyebutkan bahwa regulasi ini kemungkinan akan diumumkan paling cepat bulan depan, menyusul penurunan penerimaan negara yang cukup signifikan sepanjang tahun ini.
“Ini bagian dari upaya untuk menambal kebocoran penerimaan negara, sekaligus mengatur pasar digital yang saat ini tumbuh begitu cepat,” ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya karena tidak memiliki wewenang untuk berbicara kepada publik.
Hanya Berlaku Untuk Omzet di Atas Rp500 Juta
Menurut Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, pada dasarnya kebijakan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan aturan ini tidak berlaku untuk pelaku usaha mikro dengan omzet tahunan di bawah Rp 500 juta.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menjelaskan kebijakan ini merupakan perubahan mekanisme, bukan penambahan jenis pajak baru. Marketplace nantinya akan bertugas memotong langsung pajak atas transaksi penjualan yang terjadi di platform mereka.
Kebijakan ini menyasar pelaku usaha yang memang sudah memiliki kewajiban membayar PPh, tetapi selama ini menjalankan kewajiban secara mandiri. “Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp 500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Rosmauli dalam keterangan resminya, Kamis (26/6/2025).
Bukan Kebijakan Baru
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menegaskan kebijakan pemungutan pajak terhadap penjual di platform marketplace seperti Shopee dan Tokopedia bukanlah hal baru.
Menurutnya, langkah ini hanya bentuk penyempurnaan sistem administrasi perpajakan, bukan penambahan pajak baru. Hanya saja saat ini pemerintah meminta marketplace atau platform untuk memungut dari penjual.
“Dan selama ini sudah banyak platform yang sudah menjadi pemungut bagi pajak berbagai jenis pajak seperti Google, Netflix dan sebagainya itu sudah menjadi pemungut selama ini,” ujar Febrio dalam diskusi Double Check, Sabtu (28/6/2025).
Ia menjelaskan, Kementerian Keuangan mengajak platform e-commerce menjadi mitra strategis agar pemungutan pajak dapat berjalan lebih tertib.
Febrio juga menegaskan bahwa usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tetap dilindungi sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“(Di bawah) Rp 500 juta kan tetap, seperti yang sudah ada di Undang-Undang HPP. Kami berikan semacam PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) bagi UMKM bahwa kalau omzetnya di bawah Rp 500 juta ke bawah itu tidak ada pajak sama sekali,” ungkapnya.
Terkait potensi penambahan penerimaan negara, Febrio menekankan bahwa kebijakan ini lebih difokuskan pada reformasi administrasi perpajakan guna meningkatkan kepatuhan.
“Ini bagian dari administrasi, jadi setiap tahun kami pasti akan melakukan perbaikan-perbaikan administrasi supaya meningkatkan kepatuhan pajak. Jadi ini adalah bagian dari administrasi dan tentunya reformasi ini akan menjadi bagian dari target penerimaan setiap tahunnya. Jadi kami lihat nanti evaluasi,” kata Febrio. (*)