Palangka Raya, Kantamedia.com — DPD Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kalimantan Tengah menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Gelar Wicara Kritis Terkait Cetak Sawah, Senin (15/9/2025), di Palangka Raya. Forum ini menghadirkan unsur pemerintah, akademisi, aktivis lingkungan, organisasi kepemudaan, dan mahasiswa pertanian untuk mengkaji kebijakan cetak sawah dan proyek food estate di Kalimantan Tengah.
Diskusi berlangsung dinamis, dengan berbagai pandangan yang menyoroti ketimpangan antara ambisi ketahanan pangan nasional dan realitas lokal. Alfian Samosir menekankan bahwa pembangunan pertanian harus mempertimbangkan produktivitas wilayah. Ia menyebut daerah seperti Kapuas, Pulang Pisau, dan Seruyan memiliki basis pangan yang kuat, sementara wilayah lain masih terbatas. “Kebijakan pangan harus mendukung pengurangan emisi, peningkatan serapan karbon, dan perlindungan cadangan karbon,” ujarnya.
Sementara itu, Muhammad Habibi dari Save Our Borneo mengkritik keras proyek cetak sawah dan food estate yang dinilainya mengulang kegagalan proyek Lahan Gambut sejuta hektare. Ia menyoroti dampak terhadap masyarakat adat Dayak yang semakin terpinggirkan. “Janji produktivitas tidak terbukti, impor beras justru meningkat, dan akses tanah petani makin hilang,” tegasnya.
Habibi juga menyoroti pendekatan keamanan dalam proyek pangan, yang melibatkan aparat TNI–Polri secara aktif. “Petani seharusnya tetap menjadi petani, bukan objek pengamanan. Strategi ini keliru,” ujarnya, seraya mendorong solusi berbasis kearifan lokal yang menempatkan petani sebagai subjek utama.
FGD ini menegaskan bahwa kebijakan cetak sawah di Kalteng berada di persimpangan antara ambisi nasional dan tuntutan lokal. Forum yang diprakarsai GMNI menjadi ruang konsolidasi mahasiswa dan masyarakat sipil untuk mendorong rekonsiliasi antara kebutuhan pangan nasional dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di Bumi Tambun Bungai. (Daw).