Sampit, kantamedia.com – Bapas Kelas II Sampit melalui Kasubsi Bimbingan Klien Anak, Endri Elwi Tarigan dan Pembimbing Kemasyarakatan Pertama, Gita Hasyim serta Staf Subseksi Bimbingan Klien Anak, Mukhlis menghadiri secara virtual dalam kegiatan Launching dan Diseminasi Standar dan Modul Perlakuan Anak Kasus Terorisme yang diselenggarakan oleh Direktorat Jendral Pemasyarakatan.
Kegiatan itu dibuka Direktur Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan, Pujo Harinto, Senin (10/6/2024).
Dalam sambutannya Pujo Harinto yang menerangkan bahwa kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pembinaan dan pemenuhan hak Anak, Anak Binaan, dan Klien Anak kasus terorisme maka Ditjenpas bekerjasama dengan Yayasan Prasasti Perdamaian menyusun standar perlakuan anak kasus terorisme untuk Anak, Anak Binaan, dan Klien Anak kasus terorisme serta modul peningkatan kapasitas Petugas Pemasyarakatan.
Pujo Harinto juga melaporkan, dalam beberapa aksi terorisme, anak-anak ikut menjadi korban karena “dilibatkan” sehingga mereka menjadi Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH). Sayangnya, aturan hukum yang ada sebelumnya melalui Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-172.PK.01.06 Tahun 2015 tentang Standar Pembinaan Narapidana Teroris tidak mengatur secara spesifik untuk Anak Kasus Terorisme. Hal inilah yang melatarbelakangi penyusunan Standar dan Modul Perlakuan Anak Kasus Terorisme.
“Pemerintah dan berbagai pihak terkait didorong untuk memperkuat upaya deradikalisasi yang menimpa Anak Kasus Terorisme. Pendekatan-pendekatan yang digunakan harus bersifat personal dan spesifik, sesuai tingkat trauma dan dalamnya doktrin yang diterima,” terang Pujo.
Sementara Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Plt. Dirjenpas), Reynhard Silitonga, dalam sambutannya menegaskan Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) membutuhkan penanganan lebih spesial karena mereka sebenarnya bukanlah pelaku tindak pidana, tetapi bagian dari korban kondisi dan situasi global saat ini. Menurutnya, Anak bukanlah pelaku terorisme, melainkan korban yang perlu dilindungi secara hukum dan memerlukan pendampingan oleh Aparat Penegak Hukum, termasuk petugas Pemasyarakatan.
“Dengan adanya Standar Perlakuan terhadap Anak, Anak Binaan, Klien Anak Kasus Terorisme akan memudahkan kami dalam melakukan pendekatan dan strategi dalam proses pembinaan dan pembimbingan. Dengan demikian, mereka akan mendapatkan perlindungan hak-haknya serta terjadi perubahan sikap dan perilaku yang lebih terbuka, toleran, dan moderat,” ujar Reynhard.
Kegiatan dilanjutkan dengan Diskusi Interaktif yang dipandu oleh Giyanto selaku Analis Kebijakan Madya pada Ditjenpas dengan narasumber Pujo Harinto dan Taufik Andrie selaku Direktur Eksekutif pada Yayasan Prasasti Perdamaian. Kegiatan diikuti oleh seluruh Petugas Pemasyarakatan di Indonesia. Pada sesi ini dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan ditutup dengan foto bersama. (*/jnp)