Palangka Raya, Kantamedia.com — Polemik sengketa lahan di Kecamatan Sabangau, Kota Palangka Raya, terus bergulir dan memicu desakan agar DPRD Provinsi Kalimantan Tengah segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP). Ketua Kalteng Watch, Ir. Men Gumpul, S.H., menyatakan pihaknya telah mengirim surat resmi kepada Ketua DPRD Kalteng pada 8 September 2025 sebagai bentuk dorongan atas penyelesaian konflik.
Sengketa ini melibatkan Kelompok Tani Jadi Makmur Trans Kalampangan, Kelompok Tani Lewu Taheta, serta delapan kelompok masyarakat dari Kelurahan Kereng Bangkirai dan Sabaru. Menurut Men Gumpul, akar persoalan terletak pada praktik pengkavelingan dan penjualan lahan oleh pihak tertentu, meski masyarakat telah lama mengelola kawasan tersebut. Ia juga menyoroti dugaan penyerobotan wilayah administratif oleh Kelurahan Kalampangan terhadap wilayah Sabaru dan Tanjung Pinang.
“Ini bukan sekadar konflik lahan, tapi menyangkut hak masyarakat dan potensi ketegangan antarwarga akibat klaim batas wilayah,” tegas Men Gumpul, Rabu (10/9/2025).
Namun, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan, menyatakan bahwa usulan RDP harus melalui mekanisme kelembagaan yang berjenjang. Ia menjelaskan bahwa padatnya agenda dewan, termasuk pembahasan anggaran dan dinamika aksi unjuk rasa, membuat permintaan RDP belum bisa langsung diproses.
“Semua harus sesuai prosedur. DPRD tidak bisa serta-merta memprioritaskan satu isu tanpa pertimbangan skala dan tahapan,” ujar Bambang, Selasa (16/9/2025).
Ia menegaskan pentingnya menjaga netralitas lembaga agar tidak menimbulkan kesan keberpihakan. Menurutnya, RDP bukan satu-satunya opsi. DPRD dapat mengambil langkah alternatif seperti menyurati kepala daerah atau menggelar diskusi non-formal bersama pihak terkait.
“Penyelesaian non-formal bisa lebih efektif, mengingat prosedur RDP cukup panjang dan berisiko memicu eskalasi konflik,” tambahnya.
Dengan demikian, penyelesaian sengketa lahan Sabangau kini berada di persimpangan antara jalur formal DPRD dan pendekatan non-formal. Masyarakat menanti langkah konkret dari lembaga legislatif, apakah akan mengagendakan RDP atau memilih solusi lain yang lebih cepat namun tetap sah secara hukum. (Daw).