Dispensasi kawin diajukan kepada pengadilan yang berwenang dengan ketentuan bahwa pengadilan sesuai dengan agama anak apabila terdapat perbedaan agama antara anak dan orang tua; dan pengadilan yang sama sesuai domisili salah satu orang tua/wali calon suami atau isteri apabila calon suami dan isteri berusia di bawah batas usia perkawinan.
Adapun hakim yang mengadili permohonan Dispensasi Kawin adalah :
- Hakim yang sudah memiliki Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung sebagai Hakim Anak, mengikuti pelatihan dan/atau bimbingan teknis tentang Perempuan Berhadapan dengan Hukum atau bersertifikat Sistem Peradilan Pidana Anak atau berpengalaman mengadili permohonan Dispensasi Kawin.
- Jika tidak ada Hakim sebagaimana tersebut di atas, maka setiap Hakim dapat mengadili permohonan Dispensasi Kawin.
Pada hari sidang pertama, Pemohon wajib menghadirkan : a) Anak yang dimintakan permohonan Dispensasi Kawin ; b) Calon suami/isteri ; c) Orang tua/wali calon suami/isteri. Apabila Pemohon tidak hadir, Hakim menunda persidangan dan memanggil kembali Pemohon secara sah dan patut. Namun jika pada hari sidang kedua Pemohon tidak hadir, maka permohonan Dispensasi Kawin dinyatakan “gugur”.
Apabila pada sidang hari pertama dan hari sidang kedua, Pemohon tidak dapat menghadirkan pihak-pihak tersebut di atas, maka Hakim menunda persidangan dan memerintahkan Pemohon untuk menghadirkan pihak-pihak tersebut.
Kehadiran pihak-pihak tersebut tidak harus pada hari sidang yang sama. Akan tetapi, jika dalam hari sidang ketiga, Pemohon tidak dapat menghadirkan pihak-pihak tersebut, maka permohonan Dispensasi Kawin dinyatakan “tidak dapat diterima”.
Hakim dalam menggunakan bahasa metode yang mudah dimengerti anak, juga Hakim dan Panitera Pengganti dalam memeriksa anak tidak memakai atribut persidangan (seperti baju toga Hakim dan jas Panitera Pengganti).
Dalam persidangan, Hakim harus memberikan nasihat kepada Pemohon, Anak, Calon Suami/Isteri dan Orang Tua/Wali Calon Suami/Isteri. Nasihat disampaikan untuk memastikan Pemohon, Anak, Calon Suami/Isteri dan Orang Tua/Wali Calon Suami/Isteri agar memahami risiko perkawinan, terkait dengan:
- Kemungkinan berhentinya pendidikan bagi anak ;
- Keberlanjutan anak dalam menempuh wajib belajar 12 tahun ;
- Belum siapnya organ reproduksi anak ;
- Dampak ekonomi, sosial dan psikologis bagi anak ; dan
- Potensi perselisihan dan kekerasan dalam rumah tangga.
Nasihat yang disampaikan oleh Hakim dipertimbangkan dalam penetapan dan apabila tidak memberikan nasihat mengakibatkan penetapan “batal demi hukum”.
Penetapan juga “batal demi hukum” apabila Hakim dalam penetapan tidak mendengar dan mempertimbangkan keterangan : a) Anak yang dimintakan Dispensasi Kawin ; b) Calon Suami/Isteri yang dimintakan Dispensasi Kawin ; c) Orang Tua/Wali Anak yang dimohonkan Dispensasi Kawin ; dan d) Orang Tua/Wali Calon Suami/Isteri.
Dalam pemeriksaan di persidangan, hakim mengidentifikasi anak yang diajukan dalam permohonan mengetahui dan menyetujui rencana perkawinan, kondisi psikologis, kesehatan dan kesiapan anak untuk melangsungkan perkawinan dan membangun kehidupan rumah tangga.
Selain itu, hakim juga mengidentifikasi kemungkinan adanya paksaan psikis, fisik, seksual atau ekonomi terhadap anak dan/atau keluarga untuk kawin atau mengawinkan anak.