BPK Audit Coretax yang Dibuat dengan Dana Rp1,3 Triliun tapi Banyak Masalah

Kantamedia.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bakal mengaudit aplikasi pajak berbasis digital yaitu Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax yang dibangun dengan biaya Rp1,3 triliun. Proses audit tersebut saat ini sedang dijalankan.

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menilai audit yang dilakukan oleh BPK terkait dengan isu Coretax merupakan hal yang wajar.

“Menurut saya adalah hal yang wajar sebagai sebuah belanja di dalam APBN dan kemudian diaudit oleh BPK. Itu adalah suatu hal wajar atau proses biasa,” ujar Misbakhun kepada wartawan, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (7/5/2025).

Sejak dioperasikan pada Januari 2025, aplikasi Coretax telah menuai kecaman dari masyarakat akibat berbagai masalah yang ditimbulkan. Sistem Coretax, yang awalnya diharapkan menjadi solusi digitalisasi perpajakan guna meningkatkan efisiensi dan transparansi, malah mengalami berbagai kendala teknis.

Dia juga mengatakan audit yang bakal dilakukan oleh BPK merupakan kewenangannya. “Apapun langkah BPK, itu adalah kewenangan mereka. Itu sah menurut aturan kalau dalam kerangka menjalankan tugas. Sah saja,” tutur dia.

Dirjen Pajak Akui Sistem Keamanan Data Lemah

Aplikasi layanan pajak berbasis digital bernama Coretax milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dibangun Rp1,3 triliun, ternyata sistem keamanan datanya belum sempurna.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Suryo Utomo mengakui masih ada celah sistem keamanan pajak Coretax. Untuk itu, DJP menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menutup celah tersebut.

“Dari BSSN pun juga kami minta untuk melakukan assessment terkait dengan keamanan sistem kami, badan cyber, dan sandi negara. Dan dari beberapa assessment yang kami dapatkan ada beberapa celah yang mesti harus ditutup. Dan, saat ini kami coba terus melakukan penutupan celah,” ujar Suryo saat pemaparan dengan Komisi XI DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (7/5/2025).

Dia mengatakan, usai dilakukan assessment oleh BSSN, Suryo mengeklaim celah sistem keamanan Coretax, bisa diatasi. “Alhamdulillah, so far sudah mulai kelihatan tertutup semua. Dan, kami akan terus mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan, celah-celah baru yang muncul. Karena namanya sistem digital, sangat rentan dengan isu-isu seperti itu,” ucap dia.

Audit Coretax Masih Berjalan

Sebelumnya menindak lanjuti banyaknya kendala dari aplikasi milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu, BPK telah bergerak, di mana upaya audit saat ini sedang dijalankan.

“Kami sedang proses mengaudit (Coretax) karena itu kan baru. Jadi, kami sedang proses,” kata Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan BPK, Ahmad Adib Susilo di Jakarta, Kamis (27/2/2025).

Hanya saja, Adib belum bisa menyebut kapan hasil audit BPK itu, dipublikasikan kepada publik. “Masih proses (audit), bertahun-tahun karena (Coretax) baru selesai sekarang. Kita baru lihat sekarang, setelah selesai diterapkan seperti apa. Sekarang tim sedang di lapangan,” ungkapnya.

Adib mengatakan kemungkinan hasil audit Coretax oleh BPK, bakal dirilis bersamaan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2024. Namun, bisa pula lebih cepat.

Pada prinsipnya, BPK sepakat layanan Coretax sangat dibutuhkan demi mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak, sesuai target yang dicanangkan dalam APBN 2025.

“Ini tentu jadi pekerjaan rumah (PR) bersama bagaimana meningkatkan penerimaan negara, minimal mencapai target. Untuk itu, perlu didorong pertumbuhan ekonomi. Kalau ekonomi enggak tumbuh, pajak juga enggak akan tercapai targetnya,” kata Adib.

Sebelumnya Ekonom Nailul Huda mendesak agar Direktur jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani bertanggung jawab hingga mundur dari jabatannya. Alasannya, peluncuran mega proyek ini justru menimbulkan kerugian negara.

Nailul menjelaskan pembangunan aplikasi Coretax terkesan terburu-buru saat sistem yang digunakan belum siap sepenuhnya. Peluncuran Coretax yang terburu-buru berakibat fatal karena persiapan yang kurang matang. Dia pun menuntut pemerintah agar bertanggung jawab bukan sekadar minta maaf.

“Tidak ada tes secara proper yang dilakukan oleh consultan, baik quality assessment dan programer-nya. Yang penting dikumpulkan terlebih dahulu. Ini yang akhirnya merugikan negara karena aplikasi belum siap digunakan hingga saat ini,” kata dia. (*)

TAGGED:
Bagikan berita ini