Kantamedia.com – Ribuan umat Buddha dari berbagai negara merayakan Hari Tri Suci Waisak 2569 BE di Candi Borobudur, Magelang. Momen suci yang memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Siddhartha Gautama—kelahiran, pencerahan, dan parinibbana—akan mencapai puncaknya pada Senin, 12 Mei 2025, dengan nuansa damai, khidmat, dan penuh refleksi.
Mengusung tema “Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan Mewujudkan Perdamaian Dunia,” perayaan tahun ini diramaikan festival lampion, perjalanan spiritual Bhikkhu Thudong, aksi sosial untuk ribuan warga, dan geliat UMKM lokal.
Tema ini menjadi landasan berbagai kegiatan sosial dan spiritual yang dirangkai sejak awal Mei. Tak sekadar ritual, Waisak 2025 menjadi panggilan aksi nyata dalam menjaga kerukunan, kemanusiaan, dan lingkungan hidup.
Suasana Candi Borobudur menjelang Waisak bukan hanya religius, tetapi juga transenden. Sorotan publik tertuju pada Festival Lampion “Light of Peace” yang akan menerangi langit Magelang dalam dua sesi: pukul 18.00–20.00 WIB dan 21.00–23.00 WIB. Sebanyak 2.569 lampion akan dilepaskan ke udara, mencerminkan angka tahun Buddha Era saat ini.
“Di bawah cahaya bulan dan ribuan lampion, umat dan pengunjung diajak untuk merenung dan merasakan kedamaian sejati yang berasal dari dalam diri,” ujar Fatmawati, Ketua Panitia Festival Lampion.
Untuk memperkuat makna visual, MBMI menggandeng Drone Show Indonesia menghadirkan pertunjukan cahaya yang memvisualisasikan kisah pencerahan Sang Buddha—dari kelahiran, pertapaan, hingga parinibbana.
Di sisi lain, semangat pengorbanan dan kedamaian tampak dari perjalanan 36 Bhikkhu Thudong yang berjalan kaki sejauh 2.763 km dari Thailand menuju Borobudur. Sejak Februari 2025, mereka menapaki tanah Asia Tenggara, melintasi desa, kota, bahkan tempat ibadah lintas agama. Sambutan hangat warga Indonesia, dari masjid hingga gereja, menjadi cerminan kuatnya toleransi di negeri ini.
“Semangat Thudong adalah semangat perdamaian dan ketangguhan spiritual,” ujar Kevin Wu, Ketua Panitia Thudong 2025. Setibanya pada 10 Mei, para bhikkhu disambut dengan alas bunga di Marga Utama Borobudur, disambut oleh ratusan umat dan Bhikkhu Sangha lainnya.
Membawa nilai welas asih dalam praktik nyata, Waisak 2025 juga menghadirkan aksi sosial yang masif. Sebanyak 8.000 orang akan mendapatkan layanan pengobatan gratis di zona II Candi Borobudur pada 10–11 Mei. Layanan ini mencakup operasi gigi, bedah minor, pembagian kacamata, dan konsultasi kesehatan umum.
“Kegiatan ini bukan sekadar pelayanan medis, tapi juga bentuk nyata cinta kasih kepada sesama,” kata Karuna Murdaya, Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional.
Tak hanya pusat ibadah, Candi Borobudur kini dimaknai sebagai ruang dialog spiritual dan budaya yang inklusif. “Borobudur adalah warisan dunia yang hidup. Ia terbuka bagi semua, lintas keyakinan dan latar belakang,” jelas Wiwit Kasiyati dari Museum dan Cagar Budaya Borobudur.
Hal serupa ditegaskan oleh Bhikkhu Dhammavuddho Thera yang menekankan bahwa perayaan Waisak sejatinya adalah momen transformasi batin, bukan sekadar upacara. Melalui praktik Saraniya Dhamma, ajaran cinta kasih Buddha dijalankan dalam enam bentuk, mulai dari ucapan, pikiran, hingga berbagi dan pandangan moral.
Gelombang peziarah dan wisatawan yang mencapai 90 ribu orang diperkirakan membanjiri kawasan Borobudur pada 5–13 Mei 2025. Dari jumlah itu, 12% adalah wisatawan mancanegara, naik dari 10% tahun lalu. Seluruh hotel dan homestay di kawasan sudah penuh, termasuk Balkondes (Balai Ekonomi Desa) yang mencapai okupansi 100%.
Lebih dari 1.900 UMKM dan 1.000 tenaga kerja lokal terlibat dalam perayaan ini. Pasar Medang hadir menyajikan dhaharan lawas, wastra Nusantara, dan kerajinan tangan. Lokakarya, seni pertunjukan lintas agama, hingga wellness experience juga digelar, menjadikan Waisak lebih dari sekadar ritual keagamaan. (*)