Sorotan Tajam Dunia Pendidikan dengan Hadirnya Sistem Kecerdasan Buatan

Oleh: Insan Faisal Ibrahim, S.Pd

DUNIA pendidikan saat ini sedang menjadi sorotan tajam, seiring dengan berkembangnya zaman di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Banyak cara instan yang bisa dilakukan oleh semua kalangan pendidikan untuk mencari sebuah jawaban atas banyaknya persoalan. Hal tersebut dirasa kurang baik dilakukan, mengingat salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan anak bangsa. Hadirnya sebuah sistem atau aplikasi yang memudahkan semua aspek kehidupan di era digital sekarang ini memang tidak bisa dihindarkan, karena perkembangan teknologi terus meningkat sangat cepat.

Hadirnya teknologi dibidang pendidikan memang sangat membantu dalam menyelesaikan berbagai jenis administrasi sekolah dan membantu kegiatan belajar dan mengajar di kelas. Namun, dibalik hadirnya dampak positif dari teknologi, dampak buruknya pun siap menanti para pengguna teknologi. Bangsa kita harus siap menerima setiap konsekuensi yang hadir ditengah pemanfaatan teknologi yang terus menerus berkembang, terutama di tengah-tengah pendidikan bangsa kita yang kurikulumnya pun sering berubah-ubah seiring pergantian para pemangku kepentingan.

Saat ini, banyak kalangan yang terpikat dengan sebuah aplikasi atau sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Meskipun sebenarnya, aplikasi atau sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) sudah lama diperkenalkan oleh John McCarthy pada tahun 1956 dalam acara Dartmouth Conference. Namun, pada akhir-akhir ini banyak orang yang mulai terbuka dan mulai menggunakan system kecerdasan buatan ini untuk mempermudah dalam menyelesaikan berbagai jenis pekerjaan. Dampak buruk yang paling menonjol dan dapat dirasakan adalah munculnya sifat dan karakteristik insan yang pemalas serta hadirnya insan-insan cerdik yang licik.

Dari segi efektivitas, sistem kecerdasan buatan ini memang sangat diandalkan, namun dari sisi kreativitas sangat merusak mental dan moral kita sebagai seorang manusia cerdas yang berkualitas. Hadirnya sistem kecerdasan buatan ini sangat menakutkan bagi sebagian kalangan, terutama bagi kalangan para pendidik bangsa ini.

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, ketika mental para pelajar kita dalam menuntut ilmu masih dibawah standar Pendidikan Internasional. Hal ini disebabkan belum meratanya sistem pendidikan bangsa kita yang hanya lebih menitikberatkan pada wilayah perkotaan saja. Sehingga, lembaga pendidikan yang ada di wilayah pedesaan atau pegunungan masih jauh dari peradaban sistem pendidikan bangsa kita. Oleh sebab itu, hadirnya sebuah sistem kecerdasan buatan ini disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mempermudah proses pembelajaran secara instan tanpa harus mengeluarkan banyak pemikiran dalam menyelesaikan persoalan.

Dampak buruk yang ditimbulkan dari sebuah sistem kecerdasan buatan terhadap dunia pendidikan jelas sangat mengkhawatirkan, mengingat tugas dan peran guru di sekolah kini bisa dianggap sebagai sosok yang tidak diperlukan lagi. Maka dari itu, semua kalangan yang terikat oleh dunia pendidikan harus mampu meredam antusias para pendidik terhadap sistem kecerdasan buatan ini. Agar semua para pendidik bangsa kita bisa belajar secara natural dan jujur berdasarkan tingkat kemampuannya. Sehingga standar lulusan dari para pendidik bangsa kita bisa melahirkan insan-insan yang jujur, mau bekerja keras, mau berusaha, dan mau berjuang.

Peran guru, orang tua, serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk mendorong para generasi emas bangsa kita menjadi generasi cerdas yang berkualitas bukan menjadi generasi cerdik yang licik karena memanfaatkan kecanggihan dari sebuah sistem atau aplikasi dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Semua itu demi memperbaiki kualitas dan kuantitas pendidikan bangsa kita, agar bisa ikut bersaing dengan negara-negara yang sistem pendidikannya sudah jauh lebih berkembang pesat. (*)


(Insan Faisal Ibrahim, S.Pd. Instagram: @innsanfaisal. Kp. Pamalayan Desa Pamalayan Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut, Jawa Barat)

Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.

Bagikan berita ini