Anak 10 Tahun Sudah Main Judol, Nilai Transaksi Kuartal I 2025 Lebih Dari Rp2,2 Miliar

Kantamedia.com – Praktik judi online atau Judol di Indonesia makin memprihatinkan. Tidak lagi memandang usia dan status sosial, pelakunya dari anak-anak hingga orang dewasa.

Fakta itu diungkapkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menemukan transaksi judol telah dilakukan oleh anak-anak mulai usia 10 tahun. Hal ini terungkap dalam laporan Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko).

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana memaparkan, data kuartal I 2025, yang dikumpulkan PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain judi online berusia 10-16 tahun lebih dari Rp2,2 miliar.

Kemudian, pemain judol di usia 17-19 tahun mencapai Rp47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 tahun mencapai Rp2,5 triliun.

“71,6 persen masyarakat yang melakukan judi online berpenghasilan di bawah Rp5 juta dan memiliki pinjaman di luar pinjaman perbankan, koperasi dan kartu kredit,” ujar Ivan dikutip Minggu (18/5/2025).

Terbukti, lanjut Ivan, pada tahun 2023 dari total 3,7 juta pemain, 2,4 juta di antaranya memiliki pinjaman tersebut. “Angka ini naik pada tahun 2024 menjadi 8,8 juta pemain dengan 3,8 juta di antaranya memiliki pinjaman,” jelasnya.

Data tersebut, kata Ivan, bukan sekadar angka, namun ada dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online. Dampaknya bisa bikin konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain.

Transaksi Judi Online Turun

Meski demikian, kata Ivan, berdasarkan data terbaru menunjukkan, jumlah transaksi judi online mengalami penurunan yang signifikan lebih dari 80 persen jika dibandingkan dengan data tahun lalu. Jumlah transaksi pada periode Januari hingga Maret 2025 sebesar 39.818.000 transaksi.

“Jika dipertahankan, hingga akhir tahun 2025 diperkirakan jumlah transaksi akan tertekan hingga sekitar 160 juta,” ujarnya.

Di sisi lain, Ivan menegaskan bahwa praktik judol di Indonesia perlu intervensi serius dari pemerintah dalam menekan transaksinya. “Tanpa intervensi serius, perputaran dana dari perjudian online diperkirakan bisa mencapai Rp1.200 triliun sampai akhir tahun 2025,” jelasnya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Alexander Sabar, di Jakarta, Kamis (15/5/2025), menjelaskan bahwa Komdigi telah berupaya menjalankan strategi penanganan judol agar tidak berhenti pada pemutusan akses semata.

Selain pemblokiran situs, penanganan juga menyasar alur transaksi keuangan di balik praktik ilegal tersebut. Melalui kolaborasi aktif Komdigi dengan sejumlah lembaga terkait, termasuk PPATK, OJK, dan Bank Indonesia (BI), alur transaksi keuangan di balik praktik judol dapat terdeteksi dan ditangani penegak hukum.

“Berdasarkan data dari PPATK apabila tidak dilakukan intervensi terhadap judol maka terdapat potensi kerugian dari praktik ini yang dapat mencapai sekitar Rp1.000 triliun di akhir tahun 2025,” kata Alexander.

28.000 Rekening Terkait Judol Dilokir

PPATK juga mengungkapkan, sepanjang 2024 ada puluhan ribu rekening yang teridentifikasi sebagai hasil dari praktik jual beli rekening yang digunakan untuk deposit judi online.

Selain itu, rekening milik orang lain juga ditemukan secara masif digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana penipuan, perdagangan narkotika, dan berbagai kejahatan lainnya. “Pada tahun 2024 terdapat lebih dari 28.000 rekening yang berasal dari jual beli rekening yang digunakan untuk deposit perjudian online,” ucap Ivan Yustiavandana.

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa penggunaan rekening dormant yang dikendalikan oleh pihak lain menjadi salah satu modus yang rawan disalahgunakan dalam aktivitas ilegal.

Dormant sendiri merupakan istilah perbankan yang digunakan untuk menggambarkan rekening bank yang sudah lama tidak ada transaksi, seperti penarikan, penyetoran, atau transfer dalam periode tertentu. Oleh karena itu, PPATK, sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, telah melakukan penghentian sementara atas transaksi nasabah dengan rekening yang dinyatakan dormant berdasarkan data perbankan.

“Penghentian sementara transaksi rekening dormant bertujuan memberikan perlindungan kepada pemilik rekening serta mencegah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar Ivan.

Dijelaskan Ivan, bagi nasabah yang terdampak penghentian sementara ini, tetap memiliki hak penuh atas dana yang dimiliki dan dapat mengajukan permohonan reaktivasi melalui cabang masing-masing bank dengan memenuhi prosedur yang ditetapkan. Alternatif lainnya, nasabah juga dapat menghubungi PPATK untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait status rekeningnya.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) telah menangani 1.385.420 konten judi online sejak Oktober 2024 hingga Mei 2025, dengan mayoritas berasal dari situs web dan alamat IP sebanyak 1.248.405 konten.

Selanjutnya, terdapat 58.585 konten di platform media sosial Facebook dan Instagram, 48.370 konten di layanan berbagi berkas, 18.534 konten di layanan Google, termasuk YouTube, 10.086 konten di platform X, 550 konten di TikTok, 880 konten di Telegram, dan 10 konten di platform lain.

Selain itu, Kemkomdigi juga mencatat hingga Mei 2025 terdapat 14.478 nomor rekening dan 2.188 akun e-wallet yang terindikasi dengan aktivitas judi online serta telah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. (*)

Bagikan berita ini