DPR Dinilai Tak Berempati, Presiden Serikat Buruh Nusantara Peringatkan Potensi Konflik di Kalteng

Palangka Raya, kantamedia.com – Presiden Serikat Buruh Nusantara, Karliansyah, melontarkan kritik keras terhadap DPR RI maupun DPRD yang dinilainya kian jauh dari fungsi sebagai wakil rakyat. Ia mengecam kebijakan kenaikan gaji dan tunjangan anggota parlemen di tengah kondisi rakyat yang semakin sulit.

“Di saat banyak masyarakat menganggur, usaha terpuruk, dan ekonomi anjlok, justru muncul kebijakan menaikkan gaji anggota dewan hingga ratusan juta rupiah. Bahkan uang makan saja sampai Rp12 juta per bulan dan masih dianggap kurang. Ini benar-benar bentuk tidak berempati,” tegas Karliansyah dalam wawancara di Palangka Raya, Kamis (28/8/2025).

Menurut Karliansyah, dalam dunia kerja profesional, seseorang biasanya memperoleh tambahan gaji, bonus, atau fasilitas lain apabila memiliki kinerja baik dalam kurun waktu tertentu. “Tapi DPR maupun DPRD ini apa kontribusinya? Mereka hanya membuat aturan-aturan yang tidak berdampak pada masyarakat, bahkan seringnya hanya mementingkan kelompok tertentu, seperti pengusaha dan partai politik. Sampai sekarang saja, UU Perampasan Aset belum juga disahkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menilai DPR saat ini justru semakin parah dibanding 10–20 tahun lalu. Menurutnya, banyak anggota dewan yang minim kapasitas dan lebih mementingkan kepentingan partai maupun golongan. Karliansyah bahkan menyoroti maraknya figur artis dan tokoh bermodal popularitas yang duduk di parlemen, tanpa memahami persoalan rakyat. “Kemampuan artis apa? Hanya melawak. Yang layak itu aktivis pejuang yang tahu kondisi rakyat dan bisa menyuarakan keadilan,” ucapnya.

Kritik tajam juga diarahkan kepada DPRD dan pejabat daerah di Kalimantan Tengah. Karliansyah menilai banyak yang terpilih bukan karena kapasitas, melainkan kekuatan modal dari praktik ilegal seperti illegal logging, perkebunan sawit tanpa izin, hingga tambang ilegal. Kondisi itu, kata dia, membuat kebijakan yang lahir justru melegitimasi praktik yang merugikan masyarakat.

Ia juga mengingatkan potensi konflik horizontal di Kalteng jika pemerintah terus abai terhadap persoalan rakyat, terutama terkait konflik agraria, perkebunan sawit, dan pertambangan. “Riak-riak konflik sudah beberapa kali terjadi, bahkan banyak orang Dayak meninggal karena persoalan lahan. Kalau pemerintah tidak segera memperbaiki penegakan hukum dan perizinan, ini bisa memicu konflik besar,” tandasnya.

Karliansyah menyerukan agar pemerintah provinsi, kabupaten, hingga kota di Kalteng lebih terbuka berdialog dengan serikat buruh, LSM, dan masyarakat sipil. Menurutnya, langkah itu penting untuk mencegah ketidakadilan semakin meluas dan menjaga kondisi daerah tetap kondusif. (rik)

Bagikan berita ini