Kantamedia.com – Seseorang yang ingin maju dalam Pilkada 2024 harus berusia minimal 30 tahun untuk kandidat calon gubernur (cagub) dan 25 tahun untuk kandidat calon bupati/wali kota.
Syarat administratif itu diatur dalam UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
“Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Wali kota,” bunyi Pasal 7 Ayat (2) huruf e.
Batasan usia juga diatur Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) menyaratkan seseorang yang bermaksud mengajukan diri menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah harus telah berumur 30 tahun.
Selain soal usia, UU tentang Pilkada ini juga mengatur syarat administratif lainnya seperti kandidat calon kepala daerah harus berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat.
Para calon juga harus bebas dari penyalahgunaan narkotika berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh.
Kemudian kandidat tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Selain itu, Pilkada 2024 pun dilarang diikuti oleh para Penjabat (Pj) Gubernur, Bupati, dan penjabat Walikota. Kemudian Bagi anggota DPR, DPD dan DPRD yang ingin maju sebagai calon kepala daerah harus mengundurkan diri terlebih dulu dari jabatannya.
Sebelumnya Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep diwacanakan oleh PSI menjadi calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2024 jika syarat administratif terpenuhi.
Ketua DPP PSI William Aditya Sarana menulai putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu figur yang sangat baik.
“Menurut saya kalau secara administratif bisa terpenuhi, saya kira salah satu sosok yang bisa diusung adalah Mas Kaesang,” kata William dalam keterangannya, Rabu (27/3/2023).
Namun, Kaesang saat ini baru berusia 29 tahun. Ia baru genap berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024. Karena itu secara aturan, ia belum bisa dicalonkan jadi calon gubernur. Kecuali ada revisi UU tersebut.
Diketahui, pada 11 Desember 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang yang diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).
“Amar putusan mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 58/PUU-XVII/2019 pada Rabu (11/12/2019) di Ruang Sidang Pleno MK, dikutip dari laman MK yang diakses Rabu, 28 Februari 2024. (*/jnp)