“Sambutannya sangat baik. Para pemilih yang ikut kuis kemudian juga dengan bangga memamerkan hasil kuisnya di media sosial. Sejumlah influencer menghubungi kami dan meminta link untuk mereka share dengan sukarela, karena mereka rupanya melihat bahwa tool ini berguna bagi orang muda,” kata Dian.
Yang menarik, survei mengungkap, mayoritas pemilih akan memilih presiden dan wakil presiden berdasarkan ide atau gagasan yang diperjuangkan. Selain itu, mereka juga melihat pengalaman kandidat dan jabatan sebelumnya. Mereka tidak lagi mempertimbangkan identitas, misalnya suku atau agama, dan penampilan fisik. Hal ini sejalan dengan temuan dari partner Kawula17, yaitu Newbie Matters, yang menyebutkan bahwa Gen Z merupakan pemilih rasional.
Kuisnya berisi 15 pertanyaan yang disarikan dari visi-misi masing-masing pasangan presiden dan calon presiden. Sejumlah pertanyaan terbilang sulit, sehingga jawabannya perlu dipikirkan dengan matang dan waktu sedikit lebih lama. Tapi, hanya dalam waktu sekitar 6 menit, umumnya pemilih akan mendapatkan rekomendasi tentang kandidat yang programnya dinilai paling selaras dengan keinginan pemilih.
Banyak orang kemudian menanyakan rekap dari hasil kuis pemilih. Dian menegaskan, “Kuis itu dibuat bukan untuk mendapatkan rekap hasil, melainkan memberi kesempatan pada pemilih untuk mempelajari visi dan misi kandidat, membandingkan visi-misi tersebut, kemudian melihat kembali ke diri sendiri, menyelaraskan visi-misi yang paling dekat dengan dirinya. Kenyataannya, ketika orang muda diberi informasi, mereka akan mampu membuat keputusan. Ini bagian dari kedewasaan berpikir dan berpolitik.”
Jeli temukan perbedaan
Kuis untuk memilih partai dan presiden perlu dibuat sedemikian rupa agar mudah dimengerti. Karena itu, pertanyaan kuis harus dibuat dengan kata-kata dan kalimat yang sederhana. Dian dan Okta bercerita, membuat VAA Partai Politik jauh lebih menantang daripada VAA Ca(wa)pres. Mereka harus memilah isu yang relevan dengan orang muda. Sebab, isu yang dibicarakan di DPR sangat banyak.
“Bagi orang yang memahami tentang lingkungan, pertambangan merupakan isu yang penting. Tapi, bagi banyak orang di luar bidang tersebut, pertambangan tidak dinilai penting. Apalagi, lokasi tambang di Kalimantan dinilai jauh bagi orang yang tinggal di Jawa, sehingga tidak dianggap relevan,” Dian mencontohkan.
Okta menambahkan, posisi partai tentang suatu isu bisa berubah. Karena itu, tim penyusun kuis selalu mencari konfirmasi ke partai. “Isu merupakan suatu hal yang baru diangkat oleh partai. Selama ini partai berkampanye dengan dangdut. Anak-anak sekarang sudah beda. Ketika disuguhi dangdut, mereka belum tentu mau datang. Karena itu, partai harus sudah mulai berpikir untuk mendekati pemilih dengan cara berbeda,” lanjut Dian.
Untuk VAA Ca(wa)pres, Kawula17 mencermati perbedaan program di antara ketiga pasang kandidat. Karena, programnya sangat mirip. Saat dipetakan seperti itu, orang jadi tersadar bahwa sebetulnya yang ditawarkan oleh ketiga kandidat tidak berbeda jauh. Maka, perlu dicari pembeda yang signifikan untuk membantu orang menentukan pilihan.
“Mencari titik pembeda inilah yang tidak mudah. Misalnya, ada pertanyaan tentang peningkatan kinerja POLRI. Orang bertanya, kenapa jawabannya ada yang tentang kenaikan gaji dan ada yang tentang pemahaman HAM? Memang itu poinnya. Harus ada critical point dari tiga pasang kandidat berbeda, sehingga kemudian pemilih bisa mencocokkan preferensinya dengan tiga pilihan jawaban tersebut,” kata Okta, yang melakukan cross referral ke juru bicara masing-masing kandidat untuk memastikan bahwa mereka tidak salah memaknai visi-misi tersebut.


