Palangka Raya, Kantamedia.com – Efisiensi anggaran pemerintah yang baru diumumkan menjadi perhatian bagi industri perhotelan di Palangka Raya. Hotel-hotel yang selama ini bergantung pada acara pemerintahan mulai menyusun strategi untuk menghadapi kemungkinan dampaknya.
David Charles, Human Resource Manager M Bahalap Hotel Palangka Raya, menyatakan bahwa pemerintah dan perusahaan menjadi pangsa pasar utama bagi hotelnya.
“Dari segi pasar, 60% berasal dari pemerintahan, sedangkan sisanya dari perusahaan dan individu yang menginap secara pribadi,” ujarnya dalam wawancara pada Selasa (18/2/2025).
Meski efisiensi anggaran baru diumumkan, David menilai dampaknya terhadap okupansi hotel belum terasa pada Januari dan Februari. Namun, ia mewaspadai bulan-bulan berikutnya, khususnya Maret dan April, jika kebijakan ini benar-benar diterapkan.
Strategi Diversifikasi Pasar
Mengantisipasi kemungkinan penurunan jumlah tamu dari sektor pemerintahan, M Bahalap Hotel menyiapkan strategi alternatif. “Kami akan menggaet market di luar acara pemerintahan, seperti sektor Food & Beverage (F&B) serta event tahunan lainnya, misalnya buka puasa bersama dan lomba memasak anak-anak,” ungkap David.
Ia juga menekankan bahwa hotel akan fokus pada promosi dan pendekatan eksternal untuk menjangkau pasar individu dan perusahaan. “Jika sebelumnya pasar pemerintahan mencapai 60%, ada kemungkinan bisa turun drastis hingga 20%. Oleh karena itu, kami harus mencari peluang lain,” tambahnya.
PHK Jadi Pilihan Terakhir
Mengenai potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat penurunan okupansi hotel, David menegaskan bahwa hal itu merupakan opsi terakhir yang tidak diinginkan. “Kami optimis bisa menggaet pasar lain dan melakukan promosi yang lebih luas. PHK bukan langkah utama yang akan kami ambil,” tegasnya.
David juga mencatat bahwa meskipun proposal APBN belum disahkan, pihak hotel akan tetap menyiapkan strategi untuk mencegah penurunan okupansi jika efisiensi anggaran benar-benar berdampak signifikan.
Harapan terhadap Kebijakan Pemerintah
David berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan efisiensi anggaran, terutama agar dampaknya tidak terlalu drastis. “Saya paham bahwa kebijakan ini bagus bagi negara, tetapi jika terlalu drastis, dampaknya bisa dirasakan oleh banyak pihak, termasuk UMKM dan pemasok hotel,” katanya.
Sementara itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Wilayah Kalteng memilih untuk belum mau memberikan pernyataan resmi terkait kebijakan efisiensi anggaran. Mereka beralasan bahwa kebijakan tersebut masih simpang siur dan belum diterapkan, sehingga dampaknya belum bisa dipastikan.
Dengan berbagai persiapan yang dilakukan, industri perhotelan di Palangka Raya kini tengah menanti perkembangan lebih lanjut terkait kebijakan ini dan bersiap menghadapi berbagai kemungkinan. (daw)