DPRD Kalteng Kawal Konflik Agraria Buhut Jaya, Dorong Mediasi Terbuka dan Berkeadilan

Palangka Raya, Kantamedia.com – Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Tengah menerima audiensi masyarakat Desa Buhut Jaya, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, terkait konflik agraria dengan perusahaan tambang batu bara PT Tri Oetama Persada. Sengketa yang telah berlangsung sejak 2023 itu menyangkut klaim lahan seluas ±306 hektare yang disebut dikuasai perusahaan tanpa ganti rugi sah kepada warga pemilik lahan.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalteng, Bambang Irawan, menyampaikan bahwa pihaknya tengah mendalami sejumlah laporan konflik lahan dari berbagai kabupaten.
“Pendalaman ini kami lakukan agar DPRD memiliki pemahaman utuh sebelum rapat dengar pendapat (RDP) bersama perusahaan. Besok, 7 Oktober, RDP akan kami gelar dengan lima perusahaan termasuk PT Tri Oetama Persada, PT Archipelago Timur Abadi, dan PT Hutanindo Alam Lestari,” jelasnya, Senin (6/10/2025).

Komisi II berkomitmen menindaklanjuti setiap aduan masyarakat secara objektif dan proporsional. DPRD telah menerima dokumen tuntutan dan kronologi dari perwakilan warga, Zakaria, yang mewakili Priyadi dan kawan-kawan. Berdasarkan laporan tersebut, PT Tri Oetama Persada dituding melakukan penggarapan tanpa proses pembebasan tanah dan tidak menindaklanjuti mediasi yang difasilitasi pemerintah setempat sejak 2023.

“Beberapa kali mediasi di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten tidak dihadiri perusahaan. Kami akan memastikan dalam RDP nanti semua pihak hadir agar penyelesaian berjalan terbuka dan berbasis data,” ujar Bambang. Ia juga menyebut DPRD akan mempelajari kemungkinan pembentukan tim khusus penyelesaian konflik agraria bersama pemerintah daerah.

Zakaria, juru bicara masyarakat Buhut Jaya, menjelaskan bahwa warga telah memiliki Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) sejak 2013.
“Sejak 2023 perusahaan masuk tanpa pemberitahuan resmi dan tanpa pembebasan lahan. Kami menilai ini perampasan tanah dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Pokok Agraria,” ungkapnya.

Warga menyampaikan sejumlah tuntutan, antara lain:

  • Pengakuan hak kepemilikan tanah
  • Pembentukan tim penyelesaian agraria yang melibatkan DPRD dan tokoh adat
  • Ganti rugi atas kerugian sosial-ekonomi
  • Penghentian sementara kegiatan perusahaan hingga tercapai penyelesaian sah

“Kami hanya minta keadilan dan perlindungan hukum, agar masyarakat tidak terus ditekan selama proses ini,” tegas Zakaria.

Konflik Buhut Jaya menjadi satu dari serangkaian kasus agraria yang kini ditangani Komisi II DPRD Kalteng. Lembaga legislatif itu menegaskan akan mengawal penyelesaian berbasis musyawarah, memperkuat peran pemerintah daerah, dan menghormati hak masyarakat adat sebagai pemilik sah wilayah kelola. (Daw). 

Bagikan berita ini