Kantamedia.com – Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Bayu Wardhana mengkritik praktik pemerintah yang kerap menggandeng influencer untuk kampanye dan sosialisasi kebijakan.
Ia mendesak agar anggaran iklan pemerintah dialihkan ke media massa sebagai bentuk afirmasi dalam menyelamatkan industri pers dari gelombang PHK.
“Pemerintah seharusnya tidak membayar influencer, melainkan menempatkan iklan mereka di media massa,” tegas Bayu dalam pernyataannya, Minggu (11/5/2025).
Bayu menegaskan pers memiliki peran penting sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat. Pers tak hanya menyampaikan kebijakan pemerintah kepada publik, tetapi juga menyuarakan aspirasi warga kepada para pengambil keputusan.
“Media massa menjadi penyambung lidah rakyat. Ia menyampaikan apa yang disuarakan masyarakat dan menyosialisasikan program pemerintah,” ujarnya sekjen AJI itu.
Pers Terikat Etika dan Undang-Undang, Bukan Sekadar Humas
Berbeda dengan influencer, media massa bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik dan berada di bawah payung undang-undang. Menurut Bayu, influencer hanyalah corong promosi, bukan lembaga kontrol sosial yang sah.
“Influencer hanya menjadi perpanjangan tangan humas kementerian. Tidak adil jika anggaran komunikasi publik hanya diberikan ke influencer sedangkan media diabaikan,” tandasnya.
Industri Pers Perlu Perlindungan
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor media belakangan ini menjadi bukti ekosistem informasi publik sedang dalam kondisi kritis. AJI pun mendesak adanya keberpihakan nyata dari pemerintah untuk menjaga keberlangsungan pers profesional.
Sebagai pilar keempat demokrasi, media massa memerlukan dukungan konkret agar tetap hidup dan menjalankan fungsinya. Kebijakan pengalihan belanja iklan ke media bukan hanya menyelamatkan ekonomi pers, menurut AJI, juga menjaga kualitas informasi publik. (*)