Kantamedia.com – Ribuan jemaah calon haji yang memilih jalur furoda dipastikan gagal berangkat ke Tanah Suci. Hal ini karena Kerajaan Arab Saudi secara resmi tidak menerbitkan Visa Haji Furoda untuk 2025.
Padahal, sebagian besar jemaah haji furoda telah membayar biaya lebih tinggi dibanding jalur reguler, dengan harapan dapat menunaikan ibadah haji lebih cepat tanpa harus menunggu antrean kuota pemerintah.
Gagalnya ribuan jemaah haji furoda berangkat tahun ini telah memicu kembali perdebatan publik soal tata kelola jalur ini di Indonesia.
Banyak pihak kini menanti langkah konkret dari pemerintah, terutama dalam merumuskan kebijakan dan regulasi jelas untuk haji furoda, agar kasus serupa tidak terulang pada musim haji berikutnya.
Menyikapi polemik tersebut, Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR mendesak pemerintah segera merevisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi jemaah nonkuota.
Anggota Timwas DPR, Abdul Fikri Faqih menilai pemerintah tidak bisa lepas tangan dalam kasus visa haji furoda meskipun prosesnya bersifat business to business (B2B) antara penyelenggara perjalanan dan pihak Arab Saudi.
“Faktanya, visa furoda atau undangan (mujamalah) ini memang ada dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Meskipun secara formal tidak dikelola pemerintah, negara tetap memiliki kewajiban untuk hadir dan memastikan adanya perlindungan hukum bagi para jemaah,” ujar Fikri dalam keterangannya, Senin (2/6/2025).
Fikri yang juga anggota Komisi VIII DPR dari fraksi PKS menekankan, momentum kegagalan keberangkatan ini harus menjadi dasar untuk merevisi regulasi.
Fokusnya adalah memperkuat pengawasan, mekanisme perlindungan, dan penindakan terhadap potensi pelanggaran oleh penyelenggara perjalanan ibadah haji nonkuota.
“Ini bukan semata-mata urusan bisnis, melainkan soal perlindungan hak warga negara,” tegasnya.
Ia mencontohkan pengelolaan umrah mandiri yang kini lebih tertata setelah diatur dengan mekanisme akuntabel. Menurutnya, skema tersebut bisa dijadikan tolak ukur bagi pengaturan haji furoda agar jemaah tetap mendapat jaminan perlindungan hukum.
Dalam revisi UU, Fikri mendorong agar dimasukkan pasal khusus terkait perlindungan terhadap jemaah pengguna visa nonkuota, seperti visa haji furoda dan mujamalah. Hal ini dianggap penting agar tidak ada lagi korban dari praktik biro perjalanan yang tidak bertanggung jawab.
Aliansi Pengusaha Haramain Seluruh Indonesia (Asphirasi) juga menyampaikan usulan agar pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) turut mengelola jalur haji furoda secara resmi dan mandiri.
Menurut Asphirasi, keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan jalur haji nonpemerintah ini penting untuk mencegah praktik penipuan dan memberi kepastian hukum bagi para jemaah.
Selain itu, tingginya animo masyarakat terhadap jalur furoda menjadi alasan kuat perlunya regulasi yang lebih tegas.
“Jika pemerintah bisa mengelola langsung jalur furoda, akan tercipta sistem yang lebih aman dan terkontrol. Ini sekaligus menjadi bentuk perlindungan negara terhadap warganya,” ujar perwakilan Asphirasi.
Sementara itu, juga viral di media sosial bahwa ada kemungkinan dibukanya kembali penerbitan proses visa haji furada pada 1 Juni 2025. Menanggapi isu tersebut, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief menegaskan bahwa pihaknya belum mendapatkan informasi terkait hal tersebut.
“Perlu kami sampaikan bahwa terkait dengan beredarnya informasi pembukaan visa furada pada Minggu (1/6/2025) sebagaimana yang tersebar di social media. Kami sampaikan bahwa pemerintah Indonesia sampai hari ini belum mendapatkan informasi apa pun terkait dengan hal tersebut,” tegas Hilman Latief di Makkah, Minggu (1/6/2025).
“Sampai saat ini Kementerian Agama belum mendapat informasi apa pun,” sambungnya.
Apa Arti Haji Furoda?
Haji furoda adalah salah satu jalur nonkuota yang bisa dipilih untuk berangkat langsung ke Tanah Suci. Calon jemaah haji furoda tidak harus mengantre belasan hingga puluhan tahun untuk menunaikan ibadah haji.
Agung Budi Prasetiyono melalui bukunya Istitha’ah Menuju Haji Mabrur menjelaskan bahwa haji furoda dilaksanakan dengan visa khusus dari pemerintah Arab Saudi. Visa ini biasa disebut dengan mujamalah atau undangan resmi dari Kerajaan Arab Saudi, dengan begitu haji furoda tidak menggunakan kuota yang diberikan kepada pemerintah Indonesia.
Meski begitu, biaya haji furoda cukup tinggi. Ini dikarenakan banyak keuntungan yang didapat oleh calon jemaah jika mendaftar haji furoda, utamanya langsung berangkat tanpa menunggu antrean panjang.
Terkait haji furoda diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Pada pasal 18 dijelaskan bahwa terdapat dua jenis visa haji untuk Warga Negara Indonesia (WNI) yaitu visa kuota reguler dan visa mujamalah.
Meski tidak menggunakan kuota yang disediakan pemerintah Indonesia, Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) wajib melaporkan keberangkatan jemaah kepada Menteri Agama.
Biaya Haji Furoda 2025
Biaya haji furoda 2025 terbilang cukup tinggi dan bervariasi jika dibandingkan dengan haji reguler dan haji khusus, tergantung pada fasilitas dan keunggulan yang ditawarkan kepada jemaah. Dilihat dari berbagai situs PIHK, biaya haji furoda 2025 ditawarkan mulai USD 16.500 atau sekitar Rp 269 juta (kurs Rp 16.304).
Biayanya bisa menyentuh angka hampir Rp 1 miliar. Semakin tinggi harga paket haji furoda, semakin ekslusif pula fasilitas yang ditawarkan kepada jemaah.
Menurut kesepakatan raker Kemenag dan Komisi VIII DPR RI beberapa waktu lalu, biaya haji reguler 2025 ditetapkan Rp 89,4 juta. Dari jumlah ini, yang ditanggung jemaah Rp 55,4 juta.
Sementara itu, biaya haji khusus berkisar USD 11.500 hingga USD 20.000 atau setara dengan Rp 187 juta sampai Rp 334 juta. Perbandingan biaya haji khusus dengan haji furoda juga cukup jauh. (*)