Kantamedia.com – Fenomena PHK jurnalis belakangan ini menjadi sorotan tajam. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengungkapkan bahwa pihaknya terus menampung masukan dari para pekerja media guna mencari solusi konkret atas gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang melanda sejumlah perusahaan pers.
“Kita terus, secara informal, menanyakan masukan dari teman-teman pers dan pelaku industri media. Kira-kira, seperti apa regulasi yang bisa memudahkan mereka bertahan,” ujar Meutya saat ditemui di Kantor Kemkomdigi, Jakarta, akhir pekan tadi.
Ia mengakui, industri media saat ini berada dalam tekanan hebat akibat disrupsi digital. Perubahan pola konsumsi informasi, peralihan iklan ke platform daring, dan transformasi teknologi membuat bisnis media tradisional limbung.
Menurut Meutya, saat ini kondisi industri media di Indonesia sedang tidak sehat. Ia menilai pemerintah perlu hadir untuk memastikan keberlangsungan hidup media, baik dari sisi kualitas jurnalistik maupun model bisnis yang keberlanjutan.
“Dalam kondisi ini, negara harus hadir, tidak bisa tinggal diam,” tegas Meutya.
Menkomdigi juga berencana menggelar pertemuan dengan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli pekan depan, guna membahas lebih lanjut langkah-langkah perlindungan terhadap jurnalis yang terdampak PHK. Sementara itu, Menaker Yassierli menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi pekerja media yang menurutnya tergolong sektor rentan.
Ia berharap Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) yang tengah dipersiapkan bisa segera diresmikan dan bertindak taktis.
“Kita prihatin. Media seharusnya menjadi ekosistem yang terus tumbuh, bukan menyusut. Satgas PHK nantinya harus melihat ini sebagai PR besar bahwa media adalah sektor yang butuh perlindungan,” ujar Yassierli.
Menaker juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas kementerian, tidak hanya Kemnaker, tetapi juga Kementerian Komunikasi dan Digital serta lembaga terkait lainnya.
“Kalau ingin perlindungan komprehensif bagi pekerja media, kita butuh gotong royong lintas sektor,” tuturnya.
Gelombang PHK massal di dunia jurnalistik belakangan ini tidak hanya mengguncang media nasional besar, tetapi juga media lokal dan daring. Sejumlah perusahaan media melakukan efisiensi dengan memangkas jumlah pekerja, akibat menurunnya pendapatan dari sektor iklan.
Dalam situasi seperti ini, para jurnalis kerap terjebak dalam ketidakpastian, tanpa kejelasan perlindungan hukum maupun jaminan sosial. Dorongan agar pemerintah segera merumuskan regulasi yang melindungi keberlangsungan ekosistem media menjadi tuntutan mendesak.
Dewan Pers baru-baru ini menerima informasi bahwa gelombang PHK jurnalis masih terus berlangsung di sejumlah media, bahkan di media-media besar.
Misalnya, sebanyak 150 pekerja di Kompas TV kehilangan pekerjaannya, CNN Indonesia (TV) 200 orang, tvOne 75 orang, dan Elang Mahkota Teknologi (Emtek) yang menaungi SCTV dan Indosiar sebanyak 100 orang.
Media yang paling banyak memberhentikan karyawannya adalah Media Nusantara Citra (MNC) Group, yang menutup cukup banyak kantor bironya di daerah.
Sepanjang 2023 hingga 2024, Dewan Pers mencatat ada sekitar 1.200 karyawan media, termasuk jurnalis, terkena PHK. Namun, jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih besar karena tidak semua kasus tercatat dan tidak semua media melaporkan PHK jurnalis-nya secara terbuka.
Menurut Dewan Pers, penurunan pendapatan perusahaan media adalah faktor utama yang mendorong PHK jurnalis. Karena sekitar 75 persen pendapatan iklan media saat ini dikuasai oleh platform digital global dan media sosial, sehingga banyak media lokal kehilangan sumber pemasukan.
Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) mencatat, krisis ekonomi yang melanda banyak perusahaan media telah berdampak pada kualitas liputan serta daya tahan redaksi dalam mempertahankan prinsip-prinsip jurnalisme.
Pada saat yang sama, para jurnalis yang kehilangan pekerjaan belum tentu bisa langsung pindah ke media lain. Hal ini mengingat industri media sedang menyusut, bukan berkembang, ditambah lagi dengan adanya gempuran artificial intelligence. (*)



