Kantamedia.com – Mulai 2026, sejumlah dokumen pertanahan yang tergolong sebagai bukti hak lama atau bekas milik adat dinyatakan tidak berlaku lagi sebagai alat bukti kepemilikan tanah.
Aturan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, pada Pasal 96 yang mengatur alat bukti tanah adat milik perorangan wajib didaftarkan paling lambat lima tahun sejak aturan diterbitkan pada Februari 2021.
Setelah melewati batas waktu tersebut pada Februari 2026, dokumen pertanahan lama hanya berfungsi sebagai petunjuk lokasi, bukan lagi sebagai bukti sah kepemilikan tanah.
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid, menegaskan dokumen pertanahan seperti girik akan otomatis kehilangan fungsi hukumnya apabila seluruh bidang tanah di wilayah tersebut telah terpetakan dan memiliki sertifikat resmi.
“Ketika suatu kawasan sudah dinyatakan lengkap, sudah terpetakan siapa pemiliknya, dan sudah ada sertifikatnya, girik otomatis tidak berlaku lagi,” ungkap Nusron dalam sesi Catatan Akhir Tahun Kementerian ATR/BPN di Aula Prona, Jakarta, Selasa (31/12/2024).
Kebijakan ini menjadi bagian dari modernisasi administrasi pertanahan untuk memperkuat legalitas kepemilikan dan meminimalkan sengketa lahan.
Daftar Jenis Surat Tanah yang Tidak Berlaku mulai 2026
Berdasarkan informasi resmi Kementerian ATR/BPN, berikut ini dokumen pertanahan kategori alas hak lama yang tidak akan berlaku mulai 2026.
- Girik.
- Petuk pajak bumi/landrente.
- Pipil.
- Kekitir.
- Verponding.
- Letter C.
- Dokumen bekas hak milik adat lainnya.
Dokumen-dokumen tersebut sebelumnya masih digunakan masyarakat sebagai dasar klaim tanah, tetapi kini wajib ditingkatkan statusnya menjadi sertifikat resmi agar memiliki kekuatan hukum tetap.
Jenis Dokumen Pertanahan yang Masih Berlaku mulai 2026
Setelah kebijakan ini diberlakukan, hanya tiga jenis dokumen yang diakui sebagai dasar sah sebelum penerbitan sertifikat, yaitu akta jual beli, akta waris, dan akta lelang.
Ketiga dokumen ini akan menjadi dasar penerbitan sertifikat hak milik (SHM), yang merupakan bukti kepemilikan tanah paling kuat dan terdaftar secara resmi di BPN.
Cara Mengubah Tanah Girik atau Surat Lama Menjadi SHM
Masyarakat yang masih memegang jenis surat tanah yang tidak berlaku 2026 wajib melakukan peningkatan dokumen kepemilikan sebelum batas waktu berakhir.
Jika tidak, ada risiko tanah disertifikasi oleh pihak lain karena tidak tercatat dalam sistem pertanahan nasional. Berikut ini alur pengurusan menjadi SHM:
1. Urus dokumen di kelurahan
Dokumen yang perlu disiapkan meliputi surat keterangan tidak sengketa, surat riwayat tanah, dan surat penguasaan tanah sporadik.
2. Proses lanjutan di kantor pertanahan
Tahapan meliputi:
- Pengumpulan seluruh dokumen kelurahan, KTP/KK, bukti PBB, dan surat kuasa jika diwakilkan.
- Pengukuran lapangan oleh petugas BPN.
- Verifikasi data dan pemeriksaan status lahan.
- Pengumuman selama 60 hari sesuai Pasal 26 PP Nomor 24 Tahun 1997,
- Penerbitan SK penetapan hak.
- Setelah SK keluar, proses dilanjutkan dengan pendaftaran SHM.
Estimasi Biaya Mengubah Surat Tanah Lama Menjadi SHM
Biaya pembuatan sertifikat tanah ditentukan berdasarkan luas tanah, peruntukan, serta lokasi dan termasuk dalam kategori penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sebagai contoh, untuk tanah seluas 500 meter persegi di Provinsi Jawa Barat dengan fungsi non-pertanian, biaya total diperkirakan sekitar Rp 250.000.
Sementara itu, tanah seluas 750 meter persegi di Kalimantan Timur diperkirakan membutuhkan biaya sekitar Rp 330.000. Informasi biaya lengkap dapat dicek melalui aplikasi Sentuh Tanahku atau situs resmi Kementerian ATR/BPN.
Dengan adanya kebijakan terkait jenis surat tanah tidak berlaku 2026, masyarakat perlu segera memastikan dokumen tanahnya terdaftar secara resmi. Sertifikat tanah memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat serta mencegah potensi sengketa. (*/pri)



