Kejahatan Seksual yang Menjerat Kaum Intelektual

Oleh: Insan Faisal Ibrahim, S.Pd

AKHIR-akhir ini, masyarakat kita digemparkan oleh deretan berita tentang kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang intelektual. Kasus yang menjerat kalangan yang dianggap memiliki tingkat pengetahuan tinggi ini jelas mematahkan stigma bahwa SDM yang rendah tidak serta merta memiliki pemikiran yang sempit. Nyatanya, sebagian dari orang-orang yang dianggap pintar justru melakukan tindakan yang diluar nalar. Bahkan, bertindak melebihi nafsu hewan liar yang tidak memiliki akal.

Maraknya kasus kejahatan seksual sering dianggap angin lalu, sehingga dari tahun ke tahun selalu bermunculan kasus yang sama. Bahkan Komnas Perempuan telah mencatat lebih dari 15 ribu kasus kejahatan seksual yang terjadi pada anak di bawah umur, serta ribuan kasus lainnya yang mungkin tidak terdata oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak karena minim nya aduan atau pelaporan tindak kejahatan seksual.

Anak-anak di bawah umur serta para remaja sering dijadikan sasaran empuk bagi para pelaku kejahatan seksual. Mudahnya bujukan, rayuan serta ancaman yang membuat anak-anak menjadi target utama bagi para pelaku kejahatan. Para pelaku kejahatan seksual ini bisa dianggap memiliki penyimpangan khusus, karena tidak sedikit dari para pelakunya sudah memiliki pasangan hidup.

Dalam kasus ini, semua kalangan harus ikut turun tangan untuk memutus mata rantai kejahatan seksual yang tidak kunjung usai. Pengenalan edukasi seksual sejak dini menjadi langkah awal untuk memberikan pengetahuan secara luas terkait bagian-bagian tubuh yang menjadi privasi individu. Tapi sayangnya, banyak pihak yang menolak pengenalan edukasi seksual sejak dini dengan pandangan terlalu vulgar untuk dikonsumsi anak-anak. Sehingga ada penentangan khusus terutama di dunia pendidikan. Padahal menurut dr. H. Boyke Dian Nugraha, SpOG MARS sebagai seorang seksolog, pengenalan seks sejak dini mampu melindungi anak dari pelecehan seksual sekaligus menghindari anak tersebut dari pelaku kejahatan seksual.

Pengenalan seks edukasi ini mendorong anak-anak terutama para remaja yang sudah memasuki masa pubertas untuk lebih jauh mengenali tubuhnya sendiri, memahami fungsi organ reproduksi, dan menghindari perilaku seks yang merugikan dirinya sendiri.

Diluar pengenalan edukasi seksual sejak dini, para korban kejahatan seksual sering dijadikan objek hinaan bahkan tidak sedikit dari mereka yang dikucilkan oleh keluarganya sendiri. Rekam jejak dan trauma inilah yang membuat para korban beralih menjadi pelaku kekerasan seksual sebagai ajang balas dendam.

Tidak sedikit para pekerja seks komersial yang terjun ke dunia malam bukan karena himpitan ekonomi, tapi karena ia pernah menjadi korban kejahatan seksual. Kurangnya keterbukaan para korban membuat kejahatan seksual ini semakin memuncaki tangga keresahan.

Kebanyakan, para korban di intimidasi oleh ancaman pelaku yang akan menyebarluaskan aib yang akan membuat keluarganya mati karena rasa malu. Selain itu juga, para pelaku pintar membolak balikkan keadaan seolah-olah merekalah yang menjadi korban.

Kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum yang berintelektual ini bukan lagi menjadi rahasia umum. Di tahun 2025 saja, banyak kasus yang menjerat orang-orang penting dan memiliki kuasa. Seperti oknum Polisi yang seharusnya mengayomi justru menodai, oknum Guru yang seharusnya menjadi panutan justru berbuat kelewatan, oknum Dokter yang seharusnya menjadi garda terdepan di bidang kesehatan justru berbuat hina layaknya hewan, oknum Pemuka Agama yang seharusnya menjadi penenang justru melanggar norma yang menjadi tiang, dan masih banyak lagi para oknum yang memiliki kedudukan merangkap menjadi pelaku kejahatan seksual.

Keadaan yang sangat memprihatinkan ini harus segera terselesaikan bahkan dihilangkan. Meskipun terlihat sulit, kasus kejahatan seksual ini tidak boleh terus menerus menjadi bahan perbincangan hangat setiap tahunnya. Harus ada efek jera bagi para pelaku dengan penegakan hukum yang transparan dan ada ruang perlindungan bagi para korban agar tidak menjadi target hinaan serta cibiran dari lingkungan tempat dirinya tinggal. (***)

(INSAN FAISAL IBRAHIM, S.Pd., Kp. Pamalayan Desa Pamalayan Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut, Jawa Barat. IG: @innsanfaisal)

Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke redaksi@kantamedia.com disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.

Bagikan berita ini
Bsi