Hut Ri

Diperiksa Propam, Guru Honorer Beberkan Pemerasan Rp50 Juta oleh Oknum Polisi

Enam Polisi dan Empat Jaksa Diperiksa

Selain personel polisi, empat jaksa di Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, yaitu Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksan Negeri Konawe Selatan, Andi Gunawan dan tiga jaksa peneliti juga dilakukan pemeriksaan internal.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara, Anang Supriatna menyampaikan, pihaknya sudah melakukan klarifikasi kepada jaksa yang menangani kasus ini. Dua di antara empat jaksa, termasuk Andi Gunawan, sudah ditarik di Kejati Sulawesi Tenggara untuk mempermudah pemeriksaan.

“Dari internal, ada empat orang yang diperiksa, dan dari pihak luar sekitar lima orang. Ada tim dari Asisten Pengawasan Kejati Sultra terkait kode etik, sementara dari Jamwas Kejaksaan Agung memeriksa prosedur penanganan perkara atau eksaminasi,” jelas Anang.

Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengecek semua proses yang dilakukan jaksa dalam menangani perkara, mulai dari penelitian berkas hingga pelimpahan kasus ke pengadilan. Tim Kejati Sulawesi Tenggara juga sedang mengecek kebenaran sejumlah informasi, termasuk adanya permintaan uang.

Supriyani Cabut Kesepakatan Damai

Guru honorer SDN 4 Baito, Supriyani mencabut kesepakatan damai di kasus dugaan penganiayaan terhadap siswa usai dimediasi Bupati Konawe Selatan (Konsel), Surunuddin Dangga. Supriyani disebut dalam kondisi tertekan saat dipertemukan dengan orang tua siswa selaku perlapor.

Dalam suratnya, Supriyani mengaku dalam kondisi tertekan dan terpaksa menghadiri proses mediasi tersebut. Supriyani berdalih tidak mengetahui isi dan maksud dari surat kesepakatan damai saat mediasi berlangsung.

“Karena saya dalam kondisi tertekan dan terpaksa dan tidak mengetahui isi dan maksud dari surat kesepakatan tersebut,” tulis Supriyani dalam suratnya yang ditandatangani di atas meterai Rp 10.000.

Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, mengonfirmasi pencabutan kesepakatan damai tersebut.

“Iya, benar ada pencabutan damai, karena kondisi Supriyani kemarin merasa tertekan,” kata kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan kepada wartawan, Rabu (6/11/2024).

Keputusan itu ditetapkan Supriyani lewat suratnya terkait pencabutan kesepakatan damai yang diteken di Kendari, 6 November 2024. Surat tersebut ditembuskan kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, jaksa penuntut umum, Bupati Konsel, dan Kapolres Konsel.

“Sebenarnya tujuannya untuk perdamaian sesama manusia iya boleh, saling memaafkan dan mendinginkan suasana, tapi dalam konteks hukum itu tidak boleh ada intervensi karena sudah berproses,” ujar Andre.

“Artinya silakan kita ikuti proses hukum dan kita lihat hasilnya bagaimana. Kasus ini harus terang, siapa yang salah dan benar, dan kasus ini mau terang ya harus lewat putusan pengadilan,” tambahnya.

Andre menegaskan sampai saat ini Supriyani berkeyakinan penuh tidak pernah melakukan penganiayaan seperti yang dituduhkan. Pihaknya akan membuktikan itu di pengadilan.

“Bu Supriyani berkeyakinan penuh tidak pernah melakukan penganiayaan itu,” tegas Andre. (*/jnp)

Bagikan berita ini