Palangka Raya, kantamedia.com – Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Kalimantan Tengah mengecam keras tindakan kekerasan yang dialami oleh salah satu kadernya saat tengah menyampaikan aspirasi di depan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Rabu (2/6/2025).
Ketua Bidang Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Pemuda (PTKP) Badko HMI Kalteng, Andri Muliyanto mengatakan, aksi yang semula berlangsung damai tersebut mendadak ricuh ketika aparat keamanan melakukan tindakan represif terhadap massa aksi.
Beberapa orang peserta aksi mengaku mendapat kekerasan. Salah satu kader HMI menjadi korban pemukulan yang diduga dilakukan oleh oknum aparat yang bertugas di lokasi. “Kejadian itu tidak hanya mencederai fisik kader kami, tetapi juga merupakan bentuk nyata upaya pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi di ruang demokrasi,” kata Andri, Kamis (3/7/2025).
Atas peristiwa itu, lanjut Andri, PTKP Badko HMI Kalimantan Tengah mengecam dan mengutuk keras tindakan represif aparat terhadap kader HMI dan peserta aksi lainnya.
“Demonstrasi adalah hak konstitusional warga negara. Pemukulan ini mencerminkan kemunduran demokrasi dan pelanggaran HAM di Kalimantan Tengah,” tegas Andri Muliyanto.
Lebih lanjut Andri juga mengatakan, atas kejadian itu PTKP Badko HMI Kalteng menuntut Kapolda Kalteng untuk melakukan pengusutan tuntas terhadap oknum aparat yang melakukan kekerasan. “Kami minta Kapolda Kalteng melakukan proses hukum terhadap para oknum aparat pelaku pemukulan,” tegasnya.
Selain itu, Badko HMI Kalteng juga menuntut pihak kepolisian untuk melakukan permintaan maaf terbuka dari institusi terkait atas tindakan represif yang mencoreng nama baik aparat negara, sekaligus pernyataan memberikan jaminan perlindungan dan ruang demokrasi bagi setiap warga negara untuk menyampaikan aspirasi.
Andri menegaskan, tindakan represif ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Karena hal tersebut seakan memperlihatkan buruknya cara jajaran Polda Kalimantan Tengah dalam melakukan pengamanan aksi demonstrasi oleh masyarakat.
“Kita tidak boleh memandang kejadian ini sebelah mata atau bahkan mendiamkan sikap-sikap premanisme yang dilakukan oknum kepolisian, Polri bukanlah alat yang diciptakan untuk melakukan penindasan terhadap masyarakat sipil, Polri itu diciptakan sebagai lembaga pengayom masyarakat, jadi tidak boleh kita biarkan sifat-sifat premanisme itu lahir bahkan berkembang di tubuh Polri, kita harus kawal dan tindak tegas oknum yang bersikap demikian,” ujarnya.
Terlebih lagi, imbuh Andri, HUT ke-79 Bhayangkara yang mengusung tema “Polri Untuk Masyarakat” menjadi tercoreng dengan sikap dan ulah segelintir oknum aparat yang bertugas di lapangan.
“Kami mengingatkan seluruh aparat negara bahwa tugas utama mereka adalah melindungi, bukan menyakiti rakyat. Terlebih lagi Polri baru saja merayakan HUT Bhayangkara. Kami mendesak Komnas HAM dan lembaga-lembaga pengawas independen untuk segera turun tangan dan mengawal proses penegakan hukum atas insiden ini. Dan jika tuntutan ini tidak dipenuhi, kami tidak segan-segan akan menggalang solidaritas nasional dan melakukan aksi lanjutan dalam skala yang lebih besar,” pungkas Andri.
Seperti diberitakan, aksi bentrokan antara aparat kepolisian dan massa terjadi di depan gedung DPRD Kalteng, ketika mereka (massa) berusaha menemui pimpinan DPRD Kalteng untuk menyampaikan aspirasi. Setelah menunggu cukup lama tak kunjung ditemui, massa pun mencoba menerobos blokade yang dilakukan pihak kepolisian di depan pintu gerbang. Aksi saling dorong pun antara massa dan polisi pun terjadi.
Di tengah insiden saling dorong itu, beberapa demonstran mengaku mendapat pukulan dari petugas kepolisian yang berjaga. “Ini ada buktinya, benjolan di kepala dan beberapa garukan di lengan saya, mungkin itu,” ujar salah seorang mahasiswa sembari menunjukkan bagian tubuh yang mengalami memar. (rik)


