Kantamedia.com – Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, tentang Partai Politik (Parpol) agar masa jabatan Ketum Parpol dibatasi.
“Menyatakan permohonan para Pemohon sepanjang mengenai pengujian Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Dalam perkara nomor 22/PUU-XXIII/2025 ini, MK juga memutuskan menolak permohonan pemohon yang berkaitan dengan permintaan sistem pergantian antar waktu (PAW) anggota legislatif harus melalui pemilihan ulang, bukan oleh penunjukan partai politik.
Mahkamah berpendapat ketentuan norma Pasal 239 ayat (2) huruf d dan huruf g UU 17/2014 dan Penjelasan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU 17/2014 tidak melanggar prinsip negara hukum, tidak melanggar prinsip persamaan kedudukan dalam hukum, tidak melanggar hak untuk mengembangkan diri, dan tidak menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Dengan demikian dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
“Dengan demikian, tidak terdapat persoalan konstitusionalitas pada norma Pasal 239 ayat (2) huruf d dan huruf g UU 17/2014. Dengan sendirinya terhadap Penjelasan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU 17/2014 yang menyatakan ‘cukup jelas’ juga tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma,” ujar Hakim Enny Nurbaningsih.
Sebelumnya, Pemohon yang merupakan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Edward Thomas Lamury Hadjon mendalilkan bahwa pembatasan masa jabatan pimpinan partai sebagai mekanisme kontrol dan juga bertujuan membangun mekanisme check and balances, bahwa mengutip Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 pada pokoknya menyatakan perlu adanya pembatasan masa jabatan pimpinan organisasi advokat, adanya limitasi ini demi kepastian hukum dengan logikan yang sama seharusnya limitasi ini juga diperlukan untuk pimpinan parpol.
Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (UU Parpol) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART dengan syarat untuk pimpinan partai politik memegang jabatan selama 5 (lima)tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut”.
Menanggapi putusan MK tersebut, Wakil Ketua Umum PAN Eddy Soeparno mengatakan mengapresiasi putusan yang menolak permohonan uji materi UU Parpol agar masa jabatan ketum parpol dibatasi.
Menurut Eddy, sejak awal gugatan di MK menjadi tidak relevan. Sebab, pengurus dan anggota partai menjalankan apa yang telah digariskan dalam AD/ART, termasuk sistem pemilihan Ketua Umum dan masa jabatannya.
“Proses demokrasi berbasis musyawarah dan mufakat partai politik dijalankan dengan mekanisme internal dalam Kongres atau Muktamar. Keputusan-keputusan strategis ditetapkan oleh anggota dan pengurus partai dalam agenda tersebut yang kemudian dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,” kata Eddy kepada wartawan, Jakarta, Kamis (15/5/2025). (*)