Kantamedia.com – Selama empat bulan berturut-turut telah terjadi Deflasi di Indonesia. Hal ini memicu kekhawatiran akan potensi krisis ekonomi. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyuarakan peringatan ini dalam forum “Melanjutkan Kritisisme Faisal Basri” yang digelar secara daring pada Minggu (15/9/2024).
“Deflasi terus-menerus ini sebetulnya tanda-tanda bahwa insyaallah itu krisis akan terjadi. Ya, semoga ini tidak benar, asalkan ada kebijakan atau intervensi kebijakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah,” ujar Esther dikutip dari laman Bisnis.com.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi berturut-turut selama empat bulan terakhir: Mei (0,03%), Juni (0,08%), Juli (0,18%), dan Agustus (0,03%). Fenomena ini menandai melemahnya daya beli masyarakat secara konsisten.
Esther menjelaskan bahwa deflasi berkelanjutan sering kali menjadi indikator menjelang krisis ekonomi. Ia mencontohkan beberapa periode deflasi yang terkait dengan krisis ekonomi di masa lalu:
- Maret-September 1999: 7 bulan deflasi beruntun pasca krisis moneter
- Desember 2008-Januari 2009: Deflasi akibat krisis finansial global
- Juli-September 2020: 3 bulan deflasi berturut-turut karena pandemi Covid-19
“Kita harus waspada bahwa sekarang ini 4 bulan berurutan itu ada deflasi,” tegas Esther.
Untuk mencegah potensi krisis, Esther mendorong Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter untuk segera melakukan intervensi. Ia menekankan pentingnya penurunan suku bunga acuan (BI Rate) dalam waktu dekat, serta kebijakan terkait giro wajib minimum dan dorongan kredit. (*Mhu)