Palangka Raya, kantamedia.com – Persoalan batas wilayah antara Kelurahan Sabaru dan Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sabangau, perlu mendapat perhatian serius. Pasalnya, tidak tuntasnya masalah tata batas ini juga telah memicu sengketa lahan di masyarakat.
Pada Rabu (4/6/2025) lalu, sejumlah tokoh masyarakat, perwakilan organisasi mahasiswa seperti BADKO HMI Kalimantan Tengah, DPD IMM, serta Ketua Kalteng Watch Men Gumpul, mengadakan pertemuan konsolidasi di Huma Advokasi, kediaman Men Gumpul yang terletak di Jl. Karayan Gemur, Kelurahan Sabaru.
Pertemuan ini juga dihadiri oleh Ketua RT 006 RW 003 dan sejumlah tokoh lokal. Tujuannya jelas: menyatukan aspirasi warga Lewu Taheta menjelang audiensi dengan sejumlah pemangku kebijakan, termasuk Wali Kota dan DPRD Kota Palangka Raya, serta Kapolda Kalimantan Tengah.
Men Gumpul menyampaikan bahwa inisiatif ini diambil untuk menyatukan pandangan dan memperkuat dukungan masyarakat terhadap penyelesaian konflik tapal batas yang telah lama mengganggu tatanan administrasi dan potensi ketegangan sosial.
“Kalau sudah ada kesepakatan dan patok batas dipasang, maka penyelesaian masalah pertanahan dan administrasi kependudukan akan lebih mudah,” tegasnya. Ia juga mendesak agar hasil kesepakatan nantinya segera dituangkan dalam bentuk regulasi, seperti Perwali atau Perda, agar memiliki kekuatan hukum tetap.
Senada dengan itu, Camat Sabangau, Teguh Margono, mengakui bahwa persoalan ini cukup rumit. Ia menyebut ada pihak-pihak yang enggan wilayahnya masuk dalam administrasi Kelurahan Sabaru, sehingga proses penetapan batas menjadi sulit.
“Kami butuh dukungan masyarakat agar solid. Kalau suara masyarakat satu, para pengambil kebijakan bisa lebih mudah bergerak,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Dampak dari belum jelasnya batas wilayah ini tidak hanya menyentuh urusan administrasi kependudukan, tapi juga menghambat pelayanan publik dan pembangunan kawasan.
Kepedulian juga datang dari BADKO HMI Kalimantan Tengah. Salah satu pengurusnya, Andri Mulyanto, menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat Lewu Taheta yang telah lama menetap dan mengelola lahan secara sah, namun kini terancam oleh klaim dari oknum-oknum tertentu.
“Ini menyangkut hak masyarakat yang sudah mendaftarkan lahannya secara administratif. Kami mengecam keras segala bentuk kriminalisasi terhadap warga yang sah mengelola tanah tersebut,” tegas Andri.
Ia menambahkan, HMI BADKO Kalteng berkomitmen mengawal permasalahan ini hingga tuntas, termasuk dengan menyurati pihak-pihak terkait agar penyelesaiannya bisa dipercepat dan tidak merugikan warga.
Melalui pertemuan ini, masyarakat berharap pemerintah tidak tinggal diam dan segera turun tangan untuk menyelesaikan sengketa tapal batas ini secara adil dan menyeluruh, demi kejelasan hukum dan ketenangan hidup masyarakat di wilayah tersebut. (rik)