Kantamedia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan korupsi pemerasan agen Tenaga Kerja Asing (TKA) tidak hanya terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), tapi juga di imigrasi.
“Apakah KPK sudah mengendus kesana (imigrasi)? Sejauh ini kami sudah punya indikasi ke sana,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo kepada wartawan, Sabtu (7/6/2025).
Pada kasus korupsi di Kemenaker terjadi di Direktorat Binaperta pada tahun 2019-2024. Total uang panas yang terkumpul mencapai Rp53,7 miliar.
Nantinya KPK buka peluang akan menyelidiki dugaan korupsi itu terjadi ke pihak imigrasi. “Karena itu termasuk ke pelayanan publik supaya IPK kami nanti benar-benar celar dari hulu ke hilir bisa meningkatkan IPK kita,” tegas Budi.
Praktik korupsi dalam pengurusan RPTKA terjadi secara terorganisir dan sistematis. RPTKA sendiri merupakan dokumen penting agar TKA bisa bekerja dan tinggal di Indonesia.
Modus pemanasannya terjadi sejak awal agen TKA mengurus RPTKA itu sendiri di Direktorat PPTKA yang berada di bawah Direktorat Jenderal Binapenta dan PKK Kemenaker.
Para tersangka hanya memprioritaskan para pemohon yang sudah menyetorkan sejumlah uang. Sementara para agen yang tidak menyetorkan uang akan diperhambat prosesnya. Tidak jarang juga pemohon ada yang datang ke kantor Kemenaker dan diminta ‘dibantu’ agar proses RPTKA bisa segera terbit.
Padahal perusahaan yang terlambat menerbitkan RPTKA juga dapat dikenakan denda Rp1 juta.
Para pejabat tinggi seperti SH, HY, WP, dan DA diduga memberikan perintah kepada verifikator seperti PCW, ALF, dan JMS untuk memungut uang dari pemohon.
Para pemohon yang sudah menyetorkan uang, nantinya diberikan jadwal wawancara identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan, melalui Skype dengan jadwal yang ditentukan secara manual.
Total uang yang sudah terkumpul dalam rentang waktu 2019-2024 mencapai Rp53,7 miliar. Bukan hanya delapan tersangka saja yang mendapatkan uang hasil pemerasan itu, sekiranya ada 85 pegawai di Direktorat PPTKA juga ikut kecipratan sebesar Rp8,95 miliar. (*)