Mencintai dan Memaafkan

Oleh: Athaya Haidaranis Nadhira

“Maura, maaf.” Mama mengucapkan dua kata itu lagi dengan pandangan kosong. Maura meneteskan air matanya. “Mama udah Maura maafin.” Maura memeluk mamanya kembali.

“Maura, maaf.” Tangis Maura kembali pecah. Bahunya teguncang naik turun, napasnya tersengal-sengal. “Maura sayang mama!!” jerit Maura akhirnya sambil tetap memeluk mamanya.

Mama terdiam, badannya tersentak kaku. Air matanya mengalir perlahan. Dokter yang merawat mama berkata bahwa kesembuhan mama mungkin membutuhkan waktu yang lama. Jadi Maura tidak bisa berharap banyak untuk hari ini.

“Maura, Papa?” Kini giliran Maura yang tersentak kaget. Mama merubah kata-katanya. Sekarang Maura tahu mama pasti bisa sembuh. Maura tahu kini gilirannya yang harus bertindak sebagai orang dewasa. Ia hanya ingin keluarganya utuh kembali.

“Gila? Haha kalau bicara nggak usah ngawur, nak.” Kata papa sambil terus membaca koran. Hari ini papa pulang ke rumah dan Maura bisa bernapas sedikit lega.

“Papa kalau nggak percaya besok ikut Maura ya nengokin mama. Tolong pa…”

“Kamu udah papa bilangin berapa kali? Papa itu sibuk cari uang buat kamu sekolah.”

“Tapi ini mama, pa! Mama sakit! Mama butuh papa, butuh kita! Papa harusnya tau, kalau uang sama harta bukan segalanya. Saat kita nggak punya apa-apa lagi, semua hal akan pergi ninggalin kita kecuali keluarga, pa.” Maura sekuat tenaga berusaha menjelaskan hal yang selama ini ia pendam sendiri.

Papa membetulkan letak kacamata dan posisi duduknya, sehingga kini ia berhadap-hadapan dengan Maura.

“Nak, sebetulnya papa paham banget maksud kamu itu baik, tapi kenyataannya kamu nggak paham sama situasi sekarang. Ternyata kamu belum sepenuhnya ngerti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Gini ya nak, saat kita disakiti oleh seseorang, apa yang seharusnya kita lakukan? Memaafkan dia kan? Papa juga gitu, nak. Waktu papa disakiti, dikecewain, ditinggalkan, papa berusaha ikhlas. Papa berdoa supaya papa bisa memaafkan mereka-mereka itu tanpa ada dendam sama sekali.
Tapi kalau kejadiannya lebih dari sekali, gimana? Sakit, ya? Makanya papa butuh waktu untuk menenangkan diri. Maafin papa ya kemarin bertindak seperti anak kecil, kabur dari rumah. Papa cuma nggak tahu harus gimana lagi.” papa mengelus-ngelus rambut Maura penuh sayang. Sementara Maura masih saja menatap papanya dengan mata yang menyipit, menuntut penjelasan lebih. Papa paham sekali akan hal ini. Ia menghela napas dengan berat sebelum akhirnya menjelaskan.

Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.

TAGGED:
Bagikan berita ini