Penutup Wajah Shakila (Bagian 2)

Oleh: Mira D. Lazuba

“Baiklah Nak Majedi, besok akan Bapak minta Shakila ke kecamatan ya. Terima kasih lo jadi sampai merepotkan Nak Majedi, hingga diingatkan begini.”

“Tak mengapa Pak, saya mewakili kecamatan Sukajadi akan memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan semaksimal mungkin.” Setelahnya Majedi pamit dengan hati yang berbunga-bungat. “Dapat!” Begitu lengking suara hati Majedi. Semalaman dia hanya tersenyum-senyum saja.

Malam menjelang, Majedi berkali-kali terbangun dari mimpi. Dilihatnya Shakila duduk didepan kamera foto KTP di kantor kecamatan. Dengan gerakan lambat, dibukanya penutup wajahnya. Dan dilihatnya wanita penuh bulu dengan kumis tebal. Majedi berteriak terbangun. “Ahhh…untung hanya mimpi”.

Mimpi itu terjadi berulang kali, dengan bentuk yang berbeda-beda. Kadang tiba-tiba wajah penuh sisik ular berhidung babi, wajah kucing garong, hingga wajah bertompel sebesar apem seperti kata Boni menggentayangi mimpi Majedi. Menjelang pagi, Majedi memutuskan untuk tidak tidur. Tidur menjadi sangat menakutkan baginya.

Keesokannya, karena tak tidur nyenyak, Majedi menjadi kuyu. Tapi dia berusaha memantapkan diri, ini adalah hari yang sudah ditunggunya bertahun-tahun. Pagi-pagi betul Majedi berangkat ke kantor kecamatan. Semua dia persiapkan dengan sempurna. Beberapa warga mulai datang untuk mengurus KTP, belum tampak Shakila di antara kerumunan.

Majedi masih sabar menanti. Hingga hari agak siang, masih tak tampak kehadiran gadis berpenutup wajah itu. Majedi berusaha sabar, “Tak apa, kau sudah tunggu saat ini bertahun-tahun, menunggu setengah hari lagi pun tak lama…” Batinnya.

Hingga waktu menunjukkan pukul 14.30, dimana kantor kecamatan akan tutup setengah jam lagi. Majedi menjadi cemas. “Akankah kau datang Shakila…”

Majedi menatap nanar pintu masuk kantor kecamatan. Saat semua orang sudah berkemas akan pulang, Majedi masih didepan komputer dan kameranya. Dia tak percaya bisa se-kecewa ini. Penantiannya terlalu panjang untuk jadi sia-sia. Hidup dalam rasa penasaran yang menghantui adalah urusan psikologis yang cukup dekat dengan kegilaan. Tapi disaat kesempatan emas sudah didepan mata, pun rasa penasaran itu tak sampai tuntas. (Bersambung)


 

(Cerpen ini adalah karya Mira D. Lazuba yang memenangkan kompetisi lomba Antologi “Ketika Rencana Tak Sesuai Realita” Penerbit NBM)

Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.

TAGGED:
Bagikan berita ini