Aku mengguyurkan tubuh dan langsung mengenakan seragam dengan tergesa. Perutku keroncongan, menahan lapar. Aku menuju ruang makan, tak terlihat satu pun anggota keluargaku.
Sama sekali aku tak memperhatikan suasana dapur yang sepi. Maafkan aku Tuhan yang tak terlalu peduli ini. Aku menyisakan tanda tanya besar di kepala, dimanakah mereka bertiga berada.
“Ibu… Ibu,” aku berteriak berkeliling ke penjuru ruangan. Tak kutemukan wujud cantik malaikat tanpa sayap itu.
“Ayah… Ayah,” kuulangi berkali-kali. Namun, pemimpin keluarga kecilku ini tak menampakkan batang hidungnya juga.
Terakhir Bayu. Aku sungkan untuk menyebut namanya. Terlalu banyak dosa yang kuperbuat. Pada akhirnya aku memanggilnya, tak ada jawaban pula.
Kuputuskan untuk menuju ruang makan, nanti akan kulanjutkan lagi melakukan pencarian mereka.
Tertera di atas meja tulisan rapi yang dapat aku kenali,
Untuk anakku yang cantik, Cakrawala Mega
Nak, maaf ya jika pagi nanti kau tak menemukan kami di ruang makan sambil menghidangkan makanan. Bukan maksud kami meninggalkanmu sendiri, tapi semalam kau terlelap dengan begitu nyenyak. Kami tak tega membangunkanmu karena besok juga masih sekolah. Sekali lagi maaf, jika tangisan Bayu sedikit mengganggumu, semalam dia kejang-kejang tak menentu, suhu badannya terlalu tinggi, kami khawatir ada apa-apa dengan adikmu. Percayalah nak, kami menyayangimu sepenuh hati.
Salam cinta,
Ayah dan Ibu
Aku tertegun, rupanya Bayulah sang sumber suara. Kemanakah mereka? Jantungku dipompa lebih cepat dari biasanya. Bayu sedang diuji sakit? Ya Tuhan, apakah karena ini semua akibat dari perbuatanku? Aku terlalu melukai kalbunya. Aku mengoleskan selai cokelat di atas roti yang telah disiapkan dengan lemas. Tanganku terkulai layu.
Sesampainya di sekolah pun sama, aku terus membayangkan isi surat yang ayah dan ibu tujukan padaku. Berkali-kali Bu Ratna menegurku. Lalu aku teringat belum mengumpulkan pekerjaan yang beliau berikan.
“Mega, kumpulkan tugas yang ibu berikan. Dari tadi ibu menegurmu kau tetap saja bermain dengan khayalanmu. Cepat!” Bu Ratna menegurku dengan tegas. Aku akui kesalahanku ini.
Setelah semua terkumpul, Bu Ratna mengoreksi satu persatu pekerjaan muridnya. Sesampainya di tugas milikku, beliau tercekat tanpa banyak komentar. Lalu mengeluarkan bulir bening di pelupuk matanya.
“Mega, kamu berhasil meraih nilai tertinggi untuk tugas ini. Kemarilah, nak,” beliau menyerahkan sebuah hadiah berbungkus kertas cokelat yang kemarin dijanjikan. Aku mengucapkan banyak terima kasih dan kembali ke tempat duduk dengan riuh tepuk tangan temanku.
Kriiiing.. bel tanda akhir pelajaran berbunyi. Semua bersorak kegirangan. Namun masih ada yang mengganjal di pikiranku hingga aku tak sesemangat itu.
Istana mungilku terasa sunyi tanpa celoteh Bayu. Banyak sikapku yang tanpa sengaja melukai hati adikku itu.
Aku masuk ke kamar disertai isak tangisan. Terpatri dalam hati beribu janji, ketika Bayu tiba di rumah aku akan meminta maaf padanya dan tak lagi melukai hatinya,
Benar saja, selang beberapa waktu ia datang dengan wajah semringahnya. Dia berlari memanggil namaku berulang kali. “Kak Me.. gaa…” Alhamdulillah dia bisa menyebut namaku secara lengkap. Entahlah kuasa Tuhan mana lagi yang tak dapat aku dustakan.
Dia memelukku dan meminta maaf karena telah merepotkanku. Aku mendadak teringat hadiah yang Bu Ratna tadi berikan.
“Bayu, kakak punya hadiah untukmu,” dia semringah menerimanya.
“A..ku ju..ga pun..ya had..diah untuk ka..kak. ini,” dia mengulurkan kertas yang tergulung rapi dengan pita emas.
Aku membuka perlahan lalu membaca terbata, begitu sayangkah ia padaku hingga rela membikinkan puisi indah untukku.
“Bagus kan kak?” tanyanya terbata.
Aku tersenyum mengangguk membalas pelukannya. Ayah dan ibu bahagia melihatku damai dengannya. Semoga kebahagiaan selalu hadir di dalam keluarga kecilku ini. (*)
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.