Hut Ri

Takdir Memiliki

Oleh: Ramli Lahaping

Tak lama kemudian, Hilman datang dengan sikap tenang.

Dengan kekesalan yang menggunung, Riswan sontak memelototi Hilman dan berucap garang, “He, sialan, mana janjimu yang akan meloloskanku bekerja di perusahaan ini?”

“Eh, tenang, Kawan. Tenanglah,” respons Hilman, sembari memberi isyarat agar Riswan memelankan suaranya untuk menghindari pandangan aneh dari orang-orang sekitar.

Riswan pun berupaya mengendalikan emosinya.

Mereka lantas duduk di sofa dengan berhadap-hadapan.

“Maaf karena aku belum bisa meloloskanmu untuk penerimaan kali ini,” tutur Hilman, dengan raut menyesal.

“Apa sebabnya? Bukankah aku telah memberimu uang untuk urusan itu? Apakah karena kandidat yang lolos memberikan uang yang lebih banyak?” selidik Riswan, dengan ekspresi kecewa.

“Bukan karena soal itu,” jawab Hilman, begitu saja.

“Terus, apa masalahnya?” sidik Riswan, heran.

“Masalahnya, soal kemanusiaan.” Ia lantas memperbaiki posisi duduknya, lalu menerangkan, “Kandidat yang lolos pada posisi yang kau lamar itu adalah teman baikku saat SMA. Ia mengaku sangat membutuhkan pekerjaan karena terlilit banyak utang untuk membiayai pengobatan anaknya yang mengidap kanker, yang akhirnya meninggal. Karena itu, aku mengajukan namamu dan namanya kepada atasanku, dan memasrahkan saja kepadanya untuk menentukan satu pilihan. Dan ya, dia ternyata memilih lelaki itu.”

Riswan pun mengembuskan napas yang keras dan panjang. Ia tampak kebingungan untuk menyikapi keterangan temannya itu.

“Sabarlah. Belum rezekimu saja. Barangkali, lelaki itu memang lebih membutuhkan pekerjaan dibanding kamu. Apalagi, jelas, ia punya banyak utang dan tanggungan hidup untuk keluarganya, sedangkan kamu tidak,” ujar Hilman, mencoba menggugah nuraninya. “Untuk sekarang, kehidupanmu mungkin sedang jalan di tempat. Tetapi setidaknya, kau tidak menanggung beban hidup dan kehilangan yang besar. Sebaliknya, lelaki itu telah kehilangan anaknya dan menangung utang. Karena itu, kurasa, ia memang lebih butuh sokongan hidup.”

Riswan terdiam saja dengan raut kecut.

“Kalau kau mau bersabar, aku janji akan kembali mengupayakan agar kau bekerja di perusahaan ini. Kalau ada lowongan, dan kau merasa cocok, aku akan berusaha agar kaulah yang terpilih,” tawar Hilman.

Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.

TAGGED:
Bagikan berita ini