Palangka Raya, Kantamedia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan potensi kebocoran keuangan negara dari sektor pertambangan di Kalimantan Tengah masih dalam tahap pemetaan. Upaya ini dilakukan melalui pengumpulan dan validasi data perizinan serta produksi tambang yang dinilai belum seragam antarinstansi.
Kasatgas Korsupgah Wilayah III, Maruli Tua, menjelaskan pihaknya masih fokus memperbaiki basis data perizinan dan statistik pertambangan sebelum menghitung potensi kerugian dalam bentuk nilai rupiah. “Kami belum sampai ke hitungan finansial. Sekarang kami pastikan dulu datanya valid agar hasilnya akurat,” ujarnya, Rabu (22/10).
Menurut Maruli, ketidaksinkronan data antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan Dinas ESDM menjadi kendala utama dalam pengawasan. “Kalau satu daerah bilang izinnya sekian, daerah lain bilang beda, itu yang membuat kebijakan tidak konsisten. Padahal langkah pencegahan korupsi dimulai dari data yang benar,” tegasnya.
Setelah tahap pemetaan rampung, KPK akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian jika ditemukan indikasi penyimpangan. “Kalau nanti ditemukan hal yang tidak sesuai, tentu akan ada koordinasi dengan APH,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya pembenahan data dan pengawasan sebagai langkah pencegahan korupsi yang efektif di sektor sumber daya alam. “Kami mendorong agar pengawasan dilakukan bersama-sama, bukan hanya oleh Inspektorat atau ESDM, tapi juga dengan Satpol PP dan pemerintah daerah,” ujarnya.
KPK juga mendorong penertiban tambang di wilayah non-peruntukan. “Kalau wilayahnya dilarang untuk tambang, maka harus ditutup. Tapi kalau wilayahnya boleh, pajaknya bisa ditarik sambil perusahaan diminta segera mengurus izin,” kata Maruli.
Menurutnya, kebijakan simultan antara penertiban dan pemungutan pajak adalah langkah realistis agar daerah tetap memperoleh pemasukan sambil memastikan kepatuhan hukum. “Jangan sampai aktivitasnya dibiarkan liar, tapi PAD-nya juga hilang. Harus dua-duanya berjalan seimbang,” tutupnya. (Daw).


