Palangka Raya, Kantamedia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti lemahnya sistem pengawasan pemungutan Pajak Air Permukaan (PAP) di Kalimantan Tengah. Salah satu penyebabnya adalah belum optimalnya pemasangan alat ukur pemakaian air (water meter) pada perusahaan wajib pajak.
Dari total 243 perusahaan yang seharusnya menjadi objek pajak, baru 62 perusahaan yang telah memasang alat ukur. Kepala Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Wilayah III KPK, Maruli Tua, menyebut kondisi ini berpotensi menimbulkan kebocoran penerimaan daerah karena banyak pemakaian air yang tidak terukur secara akurat.
“Kalau pemerintah daerah punya instrumen monitoring yang lebih optimal dari water meter, bagus. Tapi selama ini standar nasional tetap water meter. Itu penting karena menjadi alat kontrol utama untuk memastikan data pemakaian air benar-benar sesuai dengan kenyataan,” ujarnya, Jumat (24/10).
Maruli mencontohkan adanya perusahaan besar yang hanya melaporkan penggunaan air sebesar 1.000 liter per bulan. “Kok bisa perusahaan besar hanya pakai 1.000 liter air sebulan? Itu kan patut dipertanyakan,” tegasnya.
Ia menekankan, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) harus memastikan alat ukur yang terpasang benar-benar berfungsi dan mencatat data secara akurat. Bahkan, perusahaan yang sudah memiliki water meter tetap perlu diaudit secara berkala. “Yang sudah ada alatnya saja masih harus dicek, apalagi yang belum punya alatnya — ini jelas lebih rawan,” katanya.
Menurut Maruli, kondisi ini mencerminkan kelemahan sistem verifikasi dan pengawasan di tingkat pemerintah daerah. “Belum tentu laporan yang tidak sesuai itu disengaja, tapi tetap meningkatkan risiko bahwa pelaporannya tidak mencerminkan kondisi sebenarnya,” ujarnya.
KPK mendorong Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk mempercepat pemasangan alat ukur di seluruh perusahaan wajib pajak guna menekan potensi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor air permukaan. (Daw).


 
		 
		 
		 
		 
		 
		
