MA Sunat Hukuman Setnov dari 15 Menjadi 12,5 Tahun Penjara

Kantamedia.com – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan upaya peninjauan kembali (PK) yang ditempuh mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Lewat putusan PK ini, hukuman terhadapnya disunat dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara.

“Kabul. Terbukti Pasal 3 juncto Pasal 18 UU PTPK juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan enam bulan,” bunyi keterangan pada situs resmi MA, dikutip Rabu (2/7/2025).

Setya Novanto turut dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Kemudian, dia dibebankan membayar uang pengganti US$ 7,3 juta. Namun, sudah ada Rp 5 miliar yang telah disetorkannya ke penyidik KPK.

“Sisa UP (uang pengganti) Rp 49.052.289.803,00 subsider 2 tahun penjara,” ungkapnya.

Setnov juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun sejak masa hukuman selesai. Putusan ini diketok pada Rabu (4/6/2025) oleh majelis hakim agung dengan ketua Surya Jaya dan dua anggota yakni Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono.

Menanggapi putusan MA tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan respons keras sekaligus kecewa. Lewat putusan itu, hukuman Setnov dikurangi dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara.

“Kita mesti memperhatikan penegakan hukum korupsi harus bisa betul-betul memberikan efek jera kepada para pelaku. Itu juga yang menjadi keinginan publik,” tegas Jubir KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Budi menegaskan, korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang menimbulkan dampak luas ke masyarakat. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut mengawal proses hukum, agar penegakan hukum berjalan optimal dan pemulihan keuangan negara dapat dimaksimalkan.

“KPK mengajak masyarakat untuk kawal proses hukum agar efek jera nyata dan kerugian negara bisa dipulihkan,” ucapnya.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah menangani kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik atau e-KTP sejak 2014 dan telah menjerat sejumlah orang. Selain membuat masyarakat tidak mendapatkan e-KTP sebagai identitas warga negara dengan kualitas terbaik, kasus ini merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun dari total anggaran Rp 5,9 triliun.

Sejumlah orang yang telah divonis bersalah atas kasus korupsi e-KTP, yakni dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun penjara; mantan Ketua DPR Setya Novanto juga divonis 15 tahun penjara; pengusaha Andi Narogong 13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo seberat 6 tahun penjara.

Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10 tahun penjara. Sementara itu, politikus Partai Golkar Markus Nari divonis 8 tahun penjara dalam tingkat kasasi.

Dalam perjalanannya, MA menyunat vonis Irman dan Sugiharto. Hukuman Irman dipotong dari 15 tahun menjadi 12 tahun, sementara Sugiharto dari 15 tahun menjadi 10 tahun. (*)

Bagikan berita ini