Jakarta, kantamedia.com – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Jaya Samaya Monong (JSM) sebagai saksi dalam kasus dugaan kredit fiktif di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Selasa (25/11/2025). Jaya sebelumnya menjabat sebagai Direktur PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL).
“Pemeriksaan dilakukan di Polda Kalimantan Tengah atas nama JSM, Bupati Kabupaten Gunung Mas (mantan Direktur PT SMJL),” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025).
Selain Jaya, KPK juga memanggil sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sebagai saksi, yakni: Harry Soetrisno, Kabid PTSP pada Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kapuas; Agustan Saining, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah; Leonard S. Ampung, Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah.
Materi pemeriksaan terhadap para saksi akan disampaikan setelah permintaan keterangan selesai.
“Hari ini, Selasa (25/11/2025), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dalam dugaan TPK terkait pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI),” ujar Budi.
Sebelumnya, dalam perkara kasus ini, pembiayaan fiktif LPEI diduga diberikan kepada dua perusahaan, yaitu PT SMJL dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS) yang dimiliki tersangka Hendarto (HD). Dana yang semestinya digunakan untuk pengembangan usaha justru dialihkan untuk kepentingan pribadi.
“Saudara HD tidak menggunakan pembiayaan tersebut sepenuhnya untuk kebutuhan dua perusahaan miliknya, melainkan untuk kepentingan pribadi seperti pembelian aset, kendaraan, kebutuhan keluarga, hingga bermain judi. Informasi yang kami terima, hampir mencapai Rp150 miliar digunakan untuk judi,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/8/2025).
Asep menegaskan bahwa penggunaan dana tersebut sangat tidak proporsional. “Sementara peruntukan kebutuhan operasional PT SMJL hanya sebesar Rp17 miliar, atau sekitar 3,01 persen dari total pinjaman. Adapun kebutuhan operasional PT MAS sebesar USD 8,2 juta, setara sekitar Rp110 miliar berdasarkan kurs dolar tahun 2015, atau sekitar 16,4 persen dari total pinjaman,” ujarnya.
KPK menduga ada persekongkolan antara Hendarto dan pejabat LPEI untuk memuluskan pencairan kredit. PT SMJL bahkan menggunakan agunan berupa kebun sawit yang berada di kawasan hutan lindung tanpa izin sah.
Dua perusahaan tersebut menerima fasilitas Kredit Investasi Ekspor (KIE) dan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE). Akibat perbuatan itu, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp1,7 triliun.
KPK juga telah menetapkan lima tersangka lain, yaitu Newin Nugroho (NN), Direktur Utama PT Petro Energy; Jimmy Masrin (JM), Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy; serta Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD), Direktur Keuangan PT Petro Energy, yang telah ditahan sejak Maret 2025. (*/pri)



