Tak disangka, tak disadari. Suamiku tiba-tiba muncul di depan pintu belakang rumah, mungkin karena dia sudah selesai makan dan curiga. Kemudian kaget melihat aku sedang mengungkap semua rahasia suamiku selama ini. Suamiku marah dan langsung menamparku hingga aku terjatuh. Betapa teganya, betapa jahatnya suamiku. Aku menyesal telah mencintainya. Semua hanya omong kosong. Aku takkan mengerti bila akhirnya menjadi seperti ini. Sakit hati dan sakit dari tamparan suamiku membuatku sudah tak sanggup lagi melayaninya. Sungguh, aku ingin menceraikannya. Beberapa tahun aku hidup dengannya, dan itu diakhiri dengan peristiwa pahit seperti ini.
Ketika itu, ketika hari berganti malam. Suamiku mengetuk pintu pada pukul setengah enam sore. Dia pulang dan mengecup keningku walaupun tubuhnya masih berkeringat dan lusuh. Itu semua sungguh indah.
Ketika itu, ketika hari Senin. Suamiku diharuskan berangkat pukul setengah enam pagi untuk persiapan apel pagi di kantornya. Karena suamiku adalah komandan apel. Aku selalu bangun pagi pagi dan mempersiapkan sarapan untuk suamiku. Itu semua sungguh indah.
Ketika itu, ketika mentari mulai menampakkan dirinya di hari selain Senin. Suamiku memanggilku dan memintaku untuk membuatkan secangkir teh hangat. Aku masih hafal dengan porsi teh hangat kesukaan suamiku. Yaitu secangkir teh dengan gula satu setengah sendok. Karena kadang kadang dia mau dibuatkan oleh aku, bukan pembantuku. Itu semua sungguh indah.
Ketika itu, ketika motor sudah siap di depan rumah. Selepas mengeluarkan motor, suamiku turun dari motor untuk berpamitan denganku. Aku selalu mencium tangannya, dan dilanjutkan kecupan manis di keningku. Itu semua sungguh indah.
Ketika itu, ketika pukul dua belas siang. Yaitu ketika jam istirahat suamiku. Suamiku selalu telepon pada aku dan menyatakan bahwa dia rindu padaku. Suamiku juga selalu mengingatkanku supaya jangan lupa untuk makan siang. Itu semua sungguh indah.
Itu semua sungguh indah.
Tepat beberapa tahun yang lalu, itu semua terjadi. Itu semua sungguh indah. Namun ketika sekarang, hal yang janggal terjadi. Semenjak suamiku dimutasi ke kantor lain, itu semua lenyap tak bersisa. Keindahan itu seketika hilang entah ke mana.
Itu semua sungguh indah.
Kemudian, suamiku dengan keras memarahiku sehingga pembantuku bangun dari kamarnya dan anakku menangis karena berisik. Pembantuku sejenak menenangkan anakku, sembari mendengarkan percakapan antara aku dan suamiku di belakang rumah dari kamarku.
“Dasar istri yang tidak berbakti pada suami!” bentak suamiku.
Aku pun emosi, aku tidak mau kalah. Bagaimana bisa aku dikatakan istri yang tidak berbakti pada suami?
“Apa yang kau lakukan di luar sana?” kataku.
“Memangnya apa urusanmu membuka tasku? Punya otak kan? Aku ini suamimu. Seharusnya kau tidak boleh membuka tasku sembarangan!” bentak suamiku.
“Lho, aku ini istrimu dan aku berhak mengetahui apa yang kamu lakukan dan apa yang kamu rahasiakan. Ternyata ini yang kamu lakukan. Sudah berapa lama kamu merahasiakan ini? Apa yang membuatmu seperti ini? Siapa yang meracuni pikiranmu hingga kau bisa melakukan ini semua? Apa kau tidak tahu, betapa letihnya aku dan pembantu mengurus rumah dan anak sementara kau hanya mabuk saja di luar sana? Uang yang kau dapat adalah hasil dari perjudian dan mencuri, bukan? Aku ingin segera bercerai denganmu! Percuma saja memiliki suami yang pemabuk. Orang yang seperti itu tidak bisa menuntunku ke masa depan. Anakku mau jadi generasi yang seperti apa nantinya jikalau ayahnya adalah seorang pemabuk?” tindas dariku.
“Kebanyakan omongan kamu! Sudah! Aku mau pergi saja!” kata suamiku.
Sebuah kalimat yang sulit dipercaya ketika suamiku akan pergi. Kubiarkan saja dia pergi. Ternyata benar. Dia membawa tasnya dan keluar dari rumah dan pergi dari rumah. Aku tak peduli apakah dia akan kembali atau tidak. Yang jelas, aku besok akan pergi ke Kantor Urusan Agama untuk menceraikannya.
Kemudian, aku pergi ke kamar dan menceritakan pada pembantuku akan apa yang terjadi. Pembantuku turut menjatuhkan air matanya. Dan aku menyuruh pembantuku untuk tidur bersamaku di kamarku bersama anakku. Sembari menemaniku yang sedang shock menerima keadaan ini.
Pagi pun tiba. Semalam, aku tidur pukul tiga pagi karena aku tidak bisa tidur. Pikiranku tentang suamiku selalu terngiang di kepalaku. Aku bingung di mana dia sekarang, karena tadi malam hujan sangat deras. Pembantuku juga berusaha menenangkanku pada pagi ini. Aku juga dibuatkan secangkir teh. Secangkir teh itu mengingatkanku pada suamiku yang dulu meminta aku untuk membuatkan teh.
Catatan Redaksi:
Kantamedia.com menerima tulisan cerpen, puisi dan opini dari masyarakat luas. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan tanda pengenal dan foto diri.